REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Silvy Dian Setiawan/Jurnalis Republika
Rencana penataan pedagang kaki lima (PKL) di sepanjang trotoar Malioboro terus dimatangkan. Penataan dengan merelokasi pedagang ini sebenarnya sudah disosialisasikan bahkan sejak 2015 lalu.
Namun, penataan PKL direncanakan baru akan dieksekusi mulai Januari 2022 mendatang. Pro kontra terkait relokasi ini pun mencuat mengingat relokasi dilakukan di masa pandemi Covid-19.
Tidak khawatir penataan akan mengurangi daya tarik wisatawan maupun menghilangkan ciri khas Malioboro, justru Pemerintah Daerah (Pemda) DIY berpendapat bahwa relokasi akan menguatkan nilai penting dari kawasan Malioboro itu sendiri.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, penataan akan menguatkan kearifan lokal DIY. Pasalnya, penataan PKL ini merupakan salah satu bagian dari keseluruhan perencanaan yang dilakukan terkait dengan kawasan Sumbu Filosofi DIY.
"Justru akan menguatkan nilai penting kawasan Malioboro, meningkatkan kualitas objek dan subjek yang membentuk konteks nilai dan makna kehidupan di Malioboro. Penguatan kembali melalui penataan yang berbasis kearifan lokal," kata Dian kepada Republika melalui pesan tertulisnya, Selasa (7/12) malam.
Dengan modal warisan budaya yang sudah ada, penataan di Malioboro dilakukan secara bertahap. Penataan tersebut, katanya, tidak hanya bertujuan untuk memberikan kenyaman terhadap masyarakat, pedagang maupun wisatawan yang berkunjung ke Malioboro.
Namun, penataan dilakukan dengan tujuan mengembalikan fasad atau bentuk asli dari Malioboro itu sendiri. Hal tersebut, akan mendukung Sumbu Filosofi DIY untuk didaftarkan sebagai warisan dunia ke Unesco.
"Secara umum, sebenarnya sudah menjadi bagian dari Rencana Induk Pemeliharaan dan Pengembangan Kawasan Cagar Budaya DIY dan memiliki kesesuaian dengan upaya mendukung pengajuan sebagai warisan dunia ke Unesco, karena tujuannya sama yaitu melestarikan nilai penting kawasan," ujar Dian.
Upaya Pemda DIY dalam pengembalian fasad Malioboro saat ini masih terus dilakukan, mulai dari penyiapan studi hingga perencanaan, termasuk penataan PKL. Sosialisasi dan koordinasi dengan pemilik fasad bangunan yang ada di sepanjang Malioboro juga sudah mulai berjalan.
Hingga saat ini, sudah ada sekitar 50 bangunan di kawasan Malioboro yang melewati proses detail engineering design (DED). Penyelesaian proses DED sendiri dilakukan secara bertahap.
Hal ini mengingat penyelesaian DED tidak hanya untuk bangunan di Malioboro saja, namun juga bangunan yang ada di sepanjang Sumbu Filosofi DIY. Yakni mulai dari Tugu-Kraton-Panggung Krapyak, yang mana Malioboro termasuk di dalamnya.
"Secara bertahap sudah dilakukan tahapan perencanaan dan penyiapan konstruksi untuk 50 bangunan di penggal Malioboro, (penyelesaian DED) dari keseluruhan pendataan semua bangunan di sepanjang Sumbu Filosofi dari Tugu sampai Panggung Krapyak)," katanya.
Pengembalian fasad ini dianggarkan dari dana keistimewaan (danais). Namun, Dian masih enggan untuk menyebutkan besaran danais yang digunakan untuk pengembalian fasad khususnya di kawasan Malioboro.
"Pengembalian fasad dianggarkan dari dana keistimewaan sesuai ketersediaan anggaran dan kesiapan penerima atau pemilik fasad (bangunan)," jelas Dian.