REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah Kota Surabaya menyiapkan langkah deteksi dini dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19 varian Omicron. Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menyatakan, pihaknya bakal menerapkan program tes swab PCR secara acak ke wilayah perkampungan.
Utamanya, bagi wilayah yang sebelumnya ditemukan kasus Covid-19 varian Omicron. "Tidak semuanya dilakukan swab PCR, tapi diacak. Kita sedang rapatkan dengan teman-teman Dinkes, apakah setiap bulan sekali nanti di setiap RT/ RW itu diswab acak. Jadi, meski warga itu sakit atau tidak sakit, ya kita (swab) acak," kata Eri di Balai Kota Surabaya, Jumat (21/1).
Selain menerapkan tes swab PCR acak Eri juga mendorong masyarakat untuk menguatkan kembali Satgas Kampung Tangguh. Langkah preventif tersebut dilakukan untuk mengontrol keluar masuknya warga dari luar daerah.
"Satgas Kampung Tangguh itu harus kita kuatkan lagi, untuk lebih menjaga kampung. Kemudian, posisi warga yang dari bepergian ke luar kota itu siapa, juga harus mau dilakukan swab PCR," ujarnya.
Eri menegaskan, pihaknya tak melarang warganya bepergian ke luar kota apabila memang karena ada kepentingan. Langkah yang dilakukan hanya upaya deteksi dini. Ia pun berharap warga untuk selalu disiplin menerapkan protokol kesehatan di mana pun berada. Karena, penularan Covid-19 tak memandang usia atau tempat.
"Kalau ke luar kota ada kepentingan, di sana tetap dijaga maskernya, jaga prokes. Karena yang bisa menjaga adalah diri kita sendiri. Makanya saya selalu sampaikan ke warga, ayo jogoen awakmu dewe (jaga dirimu sendiri)" kata Eri.
Ia menerangkan, pasien Omicron yang ditemukan di Surabaya saat ini dalam kondisi baik dengan CT Value tinggi. Bahkan, pasien Omicron tersebut, berstatus Orang Tanpa Gejala (OTG). Menurutnya, hal itu bisa saja karena warga yang terkena Covid-19 sebelumnya telah mendapatkan vaksin dosis 1 dan 2.
"Makanya saya bilang warga Surabaya yang belum vaksin dosis 1 dan 2 agar segera vaksin. Jadi, salah satu untuk mencegah Omicron adalah vaksin 1 dan 2. Artinya, kalau kena tidak seberapa parah," ujarnya.
Lebih lanjut Eri meminta, ketika ditemukan warga terkonfirmasi Covid-19, meskipun kondisinya sehat, whole genome sequencing (WGS) pasien itu langsung dikirim ke Institute of Tropical Disease (ITD) Universitas Airlangga (Unair) untuk dipastikan variannya. Sembari menunggu hasil WGS dari ITD Unair keluar, pasien tersebut harus menjalani isolasi dan perawatan selama 14 hari.
Eri menginginkan agar isolasi tersebut dapat dilakukan di rumah sakit rujukan atau tempat isolasi terpadu. Sebab, ketika pasien itu isolasi di rumah, hal ini justru dapat menjadi klaster penularan. "Kalau ada rumah sakit, mendingan (isolasi) ke rumah sakit, karena RS banyak yang kosong. Kalau ada yang positif, jangan isolasi di rumah," kata dia.