REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG -- Wakil Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah, Hadi Santoso menilai ada sumbatan komunikasi yang mesti diperbaiki terkait dengan polemik yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Terutama oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah berikut jajaran pemerintah di bawahnya.
Hadi berpendapat, terjadinya tindakan oleh aparat --yang disebutkan banyak pihak sebagai langkah represif—di Desa Wadas, menunjukkan adanya sumbatan- sumbatan komunikasi yang dimaksud. Dalam konteks ini, upaya- upaya untuk melepaskan sumbatan- sumbatan dengan mengedepankan dialog harus diperbaiki.
Menurutnya, proyek pembangunan waduk bendungan Bener sudah masuk dalam Rencana Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana Pembanunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Bahkan Rencana Strategis (Renstra) pembangunan Jawa Tengah maupun Kabupaten Purworejo cukup lama.
“Maka kajian mengenai waduk Wadas bakal memberikan kemanfaatan bagi masyarakat Purworejo pun juga sudah cukup lama dan tentu itu yang sangat ditunggu- tunggu oleh warga Purworejo,’ ungkapnya, saat dikonfimasi perihal polemik yang terjadi di DesaWadas, di Semarang, Kamis (10/2).
Bahwa dalam prosesnya kemudian muncul dinamika, jelas Hadi memang hal yang lumrah dalam setiap pembangunan. Tetapi --yang sangat disayangkan-- mengapa mesti diwarnai oleh tindakan- tindakan represif. “Maka menurut saya, bagaimana menangani sumbatan- sumbatan dengan mengembangkan dialog itu yang harus diperbaiki,” tambahnya.
Hadi menambahkan, kalau kemudian pihak pro maupun pihak yang kontra pembangunan susah ditemukan ia mengusulkan ada mediator. Walaupun dimulai tidak secara tripartite, setidaknya langkah- langkah mediasi ‘setengah’ ruang terlebih dahulu bisa dilakukan sampai dengan mereka mau dipertemukan dalam satu ruang yang sama.
“Mestinya itu yang penting dilakukan, agar apa yang terjadi di Desa Wadas ini tidak terjadi pada pembangunan- pembangunan waduk maupun proyek nasional lainnya di jawa Tengah,” tegasnya.
Sebelumnya, Ketua FPKS DPRD Jawa Tengah Arifin Mustofa mengungkapkan, turut prihatin atas terjadinya konflik antara masyarakat sipil, aparat pemerintah, petugas keamanan dan juga petugas terkait pengukuran lahan penambangan batuan andesit yang berujung pada penangkapan 64 warga dan 10 orang di antaranya merupakan anak di bawah umur.
Menurutnya, tindakan tersebut sebenarnya dapat dicegah jika ada komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat dengan melibatkan kalangan masyarat. Maka Pemerintah perlu menggencarkan sosialisasi serta melakukam pendekatan yang lebih intens kepada masyarakat dengan melibatkan banyak kalangan masyarakat seperti kiyai, ustadz, tokoh masyarakat dan lainnya.
“Jangan sampai niat baik pemerintah dalam pembangunan Waduk Bener di Desa Wadas ini disalah artikan oleh masyarakat bahkan oleh publik akibat tindakan represif yang terjadi,” tegasnya.
Fraksi PKS menilai, seandainya saja Pemerintah bisa menjelaskan dengan baik manfaat pembangunan dengan peningkatan ekonomi masyarakat maka banyak masyarakat yang akan paham dan setuju. Tinggal bagaimana caranya pemerintah dapat mencari titik temu dengan masyarakat terkait kebutuhan material pembangunan yang harus dipenuhi.
FPKS DPRD Jawa Tengah, lanjut Arifin, juga mengajak kepada seluruh elemen masyarakat agar menahan diri dan tidak mudah percaya informasi yang beredar tanpa tahu kebenerannya. “Sehingga situasi tidak menjadi lebih keruh dan terjadi saling su`udzon antara masyarakat dan pemerintah,” tegasnya.
Seperti diketahui, pembangunan Bendungan Bener merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, dengan penanggung jawab proyek tersebut adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Rencana konstruksi proyek bendungan telah dimulai sejak 2018 dan direncanakan rampung pada 2023 mendatang. Bendungan Bener diperkirakan dapat mengairi lahan pertanian seluas 15.069 hekar dan mengurangi debit banjir sebesar 210 m3/detik. Sementara untuk kapasitas tampungan air mencapai 100,94 juta meter kubik.