Selasa 15 Feb 2022 17:52 WIB

LBH: Suara Masyarakat Desa Wadas tak Pernah Didengar

Penolakan penambangan batuan andesit dilakukan warga atas beberapa alasan.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo usai menemui warga yang setuju penjualan tanah di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Diketahui, pada Selasa (8//2/2022) kemaren 63 orang khususnya 56 warga Wadas ditangkap kepolisian. Para warga yang ditangkap adalah mereka yang bersikeras menolak lahannya dibebaskan untuk penambangan batu adesit. Luas tanah yang akan dibebaskan mencapai 124 hektar.Batu andesit yang ditambang dari Desa Wadas ini sedianya akan digunakan sebagai material untuk pembangunan Waduk Bener yang lokasinya masih berada di Kabupaten Purworejo.
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo usai menemui warga yang setuju penjualan tanah di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Diketahui, pada Selasa (8//2/2022) kemaren 63 orang khususnya 56 warga Wadas ditangkap kepolisian. Para warga yang ditangkap adalah mereka yang bersikeras menolak lahannya dibebaskan untuk penambangan batu adesit. Luas tanah yang akan dibebaskan mencapai 124 hektar.Batu andesit yang ditambang dari Desa Wadas ini sedianya akan digunakan sebagai material untuk pembangunan Waduk Bener yang lokasinya masih berada di Kabupaten Purworejo.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Persoalan penambangan batuan andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah sudah bergulir sejak 2018. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta pun sudah melakukan advokasi untuk warga Wadas yang menolak penambangan batuan andesit sejak 2018

Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta, Julian Duwi Prasetia pun menjelaskan terkait kasus yang sudah terjadi bertahun-tahun tersebut. Berawal dari 2018, pihaknya bersama warga sudah menyampaikan berbagai bentuk penolakan penambangan ke pemerintah.

Julian menuturkan, penolakan ini awalnya disampaikan dengan audiensi ke Kantor Gubernur Pemprov Jawa Tengah. Setelah itu, juga dilakukan audiensi ke Kantor Bupati Purworejo, BBWS, BPN hingga ke kepolisian.

"Sudah banyak kita menemui dan berdialog dengan banyak pihak, tapi selama ini suara masyarakat di Desa Wadas itu tidak pernah didengar," kata Julian kepada Republika melalui sambungan telepon, Selasa (15/4).

Setelah upaya-upaya tersebut dilakukan, dilakukan sosialisasi oleh BBWS terkait penambangan yang akan dilakukan. Namun, tidak lama setelah itu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menerbitkan Izin Penetapan Lokasi (IPL).

"Sejak sosialisasi, warga itu sudah walk out karena sudah tahu tanahnya mau ditambang. Tapi pada Juni 2018, Ganjar malah mengeluarkan IPL, artinya suara penolakan warga dari awal itu tidak didengarkan," ujarnya.

Penolakan penambangan batuan andesit dilakukan warga atas beberapa alasan. Salah satunya untuk menjaga keutuhan desa, mengingat banyaknya dampak yang akan ditimbulkan seperti kerusakan lingkungan.

Dari aspek kebencanaan, Julian menyebut, Wadas memiliki risiko kebencanaan yang tinggi. Dengan adanya penambangan, maka akan semakin meningkatkan risiko bencana yang terjadi di desa tersebut.

"Wadas itu masuk wilayah yang warna kuning atau memiliki risiko yang tinggi terhadap kebencanaan. Justru, harusnya diperkuat mitigasi kebencanaannya, bukan memperlemah, malah (penambangan) justru memperkuat potensi bencananya," jelas Julian.

Penambangan batuan andesit di Desa Wadas sendiri dilakukan pemerintah untuk digunakan sebagai material konstruksi Proyek Bendungan Bener. Meskipun menolak penambangan, namun warga tidak menolak adanya pembangunan bendungan tersebut.

"Selama ini belum pernah (batuan andesit di Wadas) ditambang, makanya warga bersikukuh bagaimana caranya membuat (lingkungan) utuh," katanya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement