REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Pendorong gerobak di Malioboro meminta kejelasan nasib setelah adanya relokasi pedagang kaki lima (PKL) sejak awal Februari 2022 lalu. Pasalnya, hingga saat ini belum ada kejelasan dari pemerintah untuk mempekerjakan pendorong gerobak setelah kehilangan pekerjaan akibat dampak dari relokasi.
"Teman-teman juga bingung menghadapi Ramadhan ini, mau berbuka dengan apa, mau sahur dengan apa," kata Ketua Paguyuban Pendorong Gerobak Malioboro (PPGM), Kuat Suparjono usai audiensi di DPRD Kota Yogyakarta, Kamis (24/3).
Kuat menyebut, pihaknya meminta agar pemerintah memberikan lapak bagi pendorong gerobak. Saat ini, ada 29 pendorong gerobak yang masih bertahan di PPGM.
Sementara, yang lainnya sudah banyak yang pulang kampung karena sudah tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan. Padahal, kata Kuat, total pendorong gerobak di Malioboro sebelumnya mencapai 91 orang.
"Total dari 33 (pendorong), terus mundur empat dan jadinya 29 (pendorong). Mundur karena saking lamanya nunggu keputusan (pemerintah), akhirnya pulang ke desa untuk membajak rumput dan bekerja di sawah, awalnya malah ada 91 (pendorong)," ujar Kuat.
Terkait dengan permintaan untuk mendapatkan lapak tersebut, pihaknya meminta setidaknya pemerintah memberikan lapak yang masih tersedia baik di Teras Malioboro 1 maupun di teras Malioboro 2 untuk pendorong gerobak yang terdampak.
Lapak ini, katanya, tidak harus diberikan sama dengan jumlah anggora PPGM yang ada. Namun, dari lapak yang diberikan nantinya dapat akan dikelola bersama-sama oleh anggota di bawah paguyuban.
Pihaknya juga tidak mempermasalahkan jika lapak yang diberikan di Teras Malioboro 1 maupun Teras Malioboro 2. Pengembangan Teras Malioboro 1 juga diperkirakan baru akan selesai pada 2024 mendatang.
"Tidak mungkin kita meminta berapa lapak, kan maksa jadinya, yang penting kita diperhatikan. Kalau 29 (pendorong yang aktif di paguyuban), bisa ditafsirkan 10 lapak atau berapa. Tidak semua harus dapat lapak, kalau kita nunggu pelebaran Teras Malioboro 1 kan tidak mungkin, dua tahun lebih lagi," kata Kuat.
Pihaknya juga tengah mengurus proposal untuk membentuk koperasi. Koperasi ini nantinya diharapkan dapat menjadi wadah dalam membantu pendorong gerobak yang terdampak relokasi untuk memulai usaha.
"Seberapa pun kita dapat lapak akan kita kelola di koperasi paguyuban pendorong gerobak. Kita sudah siap dengan nama dan apa yang akan kita kerjakan, tinggal kita nunggu proposal. Nanti ada yang menerima (proposal), tinggal tunggu turun (dana). Nanti kita bagi ke sektor-sektor seperti sembako, untuk ternak lele, ternak kambing dan sebagainya," jelasnya.
Meskipun begitu, untuk mengurus pembentukan koperasi tersebut tidak membutuhkan waktu yang sebentar. Setidaknya, kata Kuat, diperkirakan baru dua bulan kedepan akta dari koperasi baru turun.
"Selagi kita menunggu hasil atau turunnya akta koperasi itu, kita harus menghidupi anak istri. Mungkin ada bantuan dari pemerintah, karena selama ini kita belum mendapat bantuan apapun," katanya.
Selain itu, pihaknya juga akan bertemu dengan DPRD DIY untuk membahas kelanjutan pekerjaan yang dijanjikan bagi pendorong gerobak yang terdampak relokasi. Pasalnya, pendorong gerobak juga sempat meminta pekerjaan di Teras Malioboro.
"Juga akan ada pertemuan dengan Ketua DPRD DIY untuk menindaklanjuti tentang nasib para pendorong. Sudah dijelaskan sudah ada progress ingin mempekerjakan pendorong itu di sektor kebersihan dari Stasiun Tugu sampai Titik Nol," tambahnya.
Namun, pihaknya menginginkan agar pekerjaan yang diberikan kepada pendorong gerobak merupakan pekerjaan tetap. Sebab, beberapa pendorong gerobak sempat ditawarkan pekerjaan namun hanya untuk beberapa hari.
"Sekiranya ada yang berkenan bekerja di sektor kebersihan Malioboro, nanti sistemnya seperti apa, outsourcing atau tetap, kalau outsourcing percuma. Kemarin juga ada yang nawarin menjaga toilet di Teras Malioboro 2, ada yang mau tapi cuma untuk tiga hari dan itu tidak digaji," kata Kuat.
Ketua pansus yang mengurus permasalahan relokasi PKL Malioboro yang dibentuk oleh DPRD Kota Yogyakarta, Foki Ardiyanto mengatakan, pendorong gerobak ini diupayakan untuk mendapat lapak setidaknya di Teras Malioboro 1. Pasalnya, kawasan tersebut lebih luas dari Teras Malioboro 2 dan pengembangan juga terus dilakukan.
"Teras Malioboro 1 kan luas sekali, kalau saya bayangkan ketika jalan-jalan kesitu, kawan-kawan (pendorong gerobak) masih bisa masuk disitu. Banyak ruang yang masih bisa dimanfaatkan," kata Foki yang juga anggota Komisi B DPRD Kota Yogyakarta tersebut.
Foki juga meminta agar PPGM memberikan pernyataan yang lebih lengkap terkait dengan permintaan lapak ini secara tertulis. Dengan begitu, pernyataan tersebut nantinya dapat disampaikan kepada Pemda DIY selaku pemangku kebijakan relokasi PKL Malioboro melalui DPRD DIY.
"Dibutuhkan strategi yang itu menurut saya untuk kita bisa meng-goal-kan supaya kepentingan kita bisa dikoordinir. Harapan saya kawan-kawan ini tetap solid dan melakukan sebuah proses yang nantinya itu bagaimana kawan-kawan ini tidak menjadi penonton gerak lajunya pembangunan yang ada di Yogya," ujar Foki.