REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Tawuran antar pelajar kembali terjadi di DIY dan memakan korban. Kali ini, ZWP (17), asal Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman, meninggal usai terlibat penganiayaan di Jalan Tentara Pelajar, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta, DIY.
Polresta Yogyakarta masih melakukan pengejaran untuk mencari pelaku. ZWP meninggal dunia usai terjatuh dari sepeda motor saat mengendarai kendaraan bersama rekannya sesama pelajar SMP berinisial NPS, yang mengalami luka lecet.
Kepala Balai Pendidikan Menengah Kabupaten Sleman, Tukiman mengatakan, sudah melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait menanggapi kasus tawuran yang terjadi kemarin. Mulai dari sekolah, wali murid, kesiswaan, sampai kepolisian.
Meski begitu, koordinasi-koordinasi yang dilakukan tentu dalam rangka mencegah atau menangkal. Ia berpendapat, yang paling penting siswa-siswa disediakan dan diajak mengikuti kegiatan-kegiatan positif yang membuat waktu kosongnya terisi.
"Sehingga, energinya tersalurkan, kreativitasnya tersalurkan, tidak sempat lagi melakukan hal-hal yang negatif," kata Tukiman, Senin (30/5/2022).
Hari ini, Forum Komunikasi Pengurus OSIS Kabupaten Sleman menggelar deklarasi untuk mencegah aksi-aksi kekerasan kembali terjadi, khususnya di Sleman. Tukiman memberi apresiasi atas kegiatan yang diinisiasi sendiri FKPO Sleman tersebut.
Kegiatan berawal dari agenda pembangunan karakter yang diikuti pengurus-pengurus OSIS di Sleman. Melihat kembali terjadi aksi kekerasan yang melibatkan pelajar, mereka lalu berinisiatif melakukan deklarasi merangkul pengurus-pengurus OSIS. "Deklarasi ini bentuk ekspresi mereka, kemudian kita back up, kita bimbing," ujar Tukiman.
Ketua FKPO Sleman, Adi Nugroho Utomo menilai, seiring kembali normal aktivitas sekolah memang perlu disikapi pengembangan kegiatan untuk pelajar. Sehingga, sekolah bisa memfasilitasi hasrat remaja lewat program-program yang positif.
Misal, bagi mereka yang suka terlibat aksi vandalisme dibuatkan lomba mural, atau bagi mereka yang suka terlibat aksi kekerasan dibuatkan lomba bela diri. OSIS, lanjut Adi, dapat pula menjadi jembatan untuk menyinergikan itu semua.
Ia merasa, pelajar yang masuk ke kelompok klitih merupakan mereka yang memang masih remaja dengan emosi yang menggebu. Mereka masih terus mencari jati diri, yang jika kosong aktivitas akan mudah masuk ke kelompok-kelompok pertemanan.
"Ketika ada yang mengajak itu kategori buruk sekalipun pelajar pasti tertarik," kata Adi.
Bahkan, Adi mengaku, sempat pula berada di lingkungan pelajar-pelajar tersebut dan memang rata-rata masih mencoba mencari jati diri. Karenanya, ia berpendapat, ada rasa bangga bagi mereka ketika terlihat tangguh dan jadi pusat perhatian.
"Saya berteman lima itu dulu dua sudah ditangkap polisi, sering dialog rata-rata rasa bangga dilihat jagoan, diperhatikan orang lain, belum ada aktivitas rutin, apalagi pandemi, mereka mencari dan kebetulan kelompok yang menggandeng negatif ," ujarnya.
Maka itu, ia merasa, OSIS-OSIS dapat meningkatkan peran sebagai respons terhadap isu-isu negatif terhadap pelajar yang marak terjadi di DIY. OSIS juga harus mampu hadir sebagai ruang diskusi sesama pelajar.
Perlu diperbanyak diskusi sebagai pencegahan sekaligus pengenalan mereka kepada aktivitas-aktivitas yang positif. Ia berharap, bertepatan peringatan Hari Kebangkitan Nasional, pelajar-pelajar DIY bisa bangkit dari citra negatif.