REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Jagung (Zea Mays L) merupakan tanaman perkebunan yang tumbuh subur di Indonesia dan panen 2-3 kali setiap tahun. Sayangnya, jagung cuma dijual utuh atau dijual jagungnya saja ketika panen, tapi tongkolnya dibakar atau dibuang.
Hal inilah yang jadi pemikiran mahasiswa Prodi Pendidikan Seni Kriya Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Ade Kurniawan. Ade mencoba mengolah tongkol jagung jadi produk kerajinan yang berkelanjutan, ramah lingkungan, eco green dan zero waste.
Mengurangi limbah sisa hasil bumi dan menginspirasi daerah lain mengembangkan produk kerajinan sisa limbah melalui kontribusi masyarakat setempat. Ade membuat UMKM yang bergerak dalam pengolahan limbah tongkol jagung bernama Cop Janggel.
Warga Padukuhan Ngaliyan, Kalurahan Ngargosari, Kapanewon Samigaluh, Kulonprogo itu memberdayakan warga mengolah tongkol jagung menjadi kerajinan. Sekaligus, menyediakan pelatihan kerajinan limbah sisa hasil bumi bagi masyarakat luas.
Produk kerajinan limbah tongkol jagung yang diolah merupakan dekorasi ruangan seperti lampu tidur, tempat tisu, ornamen-ornamen pajangan dinding dan lampu hias. Semua produk tersebut terus dikembangkan bersama masyarakat Ngaliyan.
"Karena itu, bentuk usaha Cip Janggel terbagi menjadi dua yaitu penjualan produk serta pelatihan dan edukasi kerajinan limbah," kata Ade, Jumat (26/8).
Alumni SMAN 1 Kalibawang tersebut menerangkan, usaha ini cocok dijalankan karena saat pandemi banyak warga kehilangan pekerjaan dan belum mampu adaptasi. Usaha ini diharap membuka lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan taraf warga lokal.
"Kegiatan usaha yang akan dilakukan sangat memperhatikan pengendalian limbah tongkol jagung yang berkelanjutan dan ramah lingkungan," ujar Ade.
Bentuk usaha ini mampu membina desa-desa di Indonesia menggunakan bahan serat alam, menjual kerajinan tongkol jagung dan pelatihan kaum disabilitas. Kemudian, disesuaikan misi dan misi komunitas, baik jangka pendek, menengah dan panjang.
Ade menjelaskan, bahan utama yang dibutuhkan membuat produk ada tongkol jagung. Selain itu, diperlukan bahan lain seperti isi lem tembak, kabel, kayu jati belanda, dudukan lampu, lem kayu, lem korea, pipa aluminium dan lampu.
Alat untuk mempermudah produksi ada mesin amplas, pemotong, gerinda, paralon, lem tembak, gunting taman, alat pembakar dan mesin bor. Proses pembuatannya, pertama kali menjemur dan mengamplas tongkol jagung yang dalam kondisi kering.
Potong tongkol satu centimeter, tempelkan tongkol ke mal paralon memakai lem tembak. Bakar sedikit limbah palet kayu jati dan membuat lubang di bawah sebagai jalan kabel dan dudukan lampu. Lalu, amplas permukaan kayu dan tongkol jagung.
"Satukan keduanya menggunakan lem kayu di bagian tongkol dan kayu. Finishing dilakukan dengan amplas halus dan memberi lem korea serta disemprot menggunakan clear coat. Produk harus dicek ulang, dikemas dengan indah dan aman," kata Ade.
Bulan lalu, kerajinan dari pasangan Sukisno dan Sumartinah yang berprofesi sebagai petani tersebut mendapatkan apresiasi dari Menparekraf, Sandiaga Uno. Disampaikan dalam Anugerah 50 Desa Wisata di Indonesia di Desa Wisata Widosari.
Sandi berpendapat, Ade salah satu generasi z yang sama sekali tidak merasa gengsi tapi proaktif, kreatif dan inovatif memanfaatkan peluang. Ia menilai, karya-karya Ade tidak cuma variatif, tapi mendukung pembangunan berkelanjutan.
"Saya bangga dengan Mas Ade Kurniawan yang masih kuliah semester empat di UNY, tapi sudah menciptakan lapangan kerja, punya karyawan sendiri dan semangat berkreasi mengembangkan usahanya," ujar Sandi.