REPUBLIKA.CO.ID,SOLO –- Kota Solo menjadi acuan karena dinilai masuk dalam deretan 10 besar smart city di Indonesia. Pasalnya banyak kota yang masih berusaha mewujudkan pelayanan publik yang paripurna.
"Belum ada kota yang penerapan smart city-nya mature. Kita semua masih proses struggle. Masih berjuang. Tapi Kota Solo ini kalau dalam 10 besar smart city, sudah masuk.Tahun depan, kami akan mulai mengukur maturasi penerapan smart city di Indonesia melalui Peraturan Pemerintah tentang Perkotaan," kata Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Safrizal ZA di Solo Techno Park, Rabu (12/10/2022).
Selain itu, Ketua Dewan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Bima Arya Sugiarto sudah bukan eranya command center melainkan collaboration center. Dimana Kota Solo dengan Solo Techno Park menjadi contoh collaboration center yang mendukung penerapan smart city.
"Saya melihat perkembangan Solo beberapa tahun terakhir terus bergerak maju. Tidak stagnan, apalagi mundur. Yang bisa kita lihat secara kasat mata. Tapi juga pemerintah kota terbuka membangun kolaborasi dengan warganya. Sehingga benefitnya bisa dirasakan warganya. Saya lihat itu yang maju di Solo," katanya.
Pihaknya juga menjelaskan bahwa telah 10 tahun smart city bersinggungan dengan kota di Indonesia. Namun, pada penerapan smart city belum bisa memenuhi perannya dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh warga.
"Padahal smart city bisa membantu kota-kota di Indonesia untuk menjemput peluang. Ada peluang untuk meningkatkan komponen produksi dalam negeri, untuk menggairahkan UMKM, untuk setiap kota memaksimalkan potensinya. Smart city semestinya mendukung ke arah sana. Nah, di Solo ini luar biasa kalau bicara UMKM dan kolaborasi dengan stakeholder pentahelix," jelasnya.
Sementara itu, salah satu peserta ISC 2022 Business Development PT ESB, Bobby Hadiwijaya mengatakan pihaknya menjadi salah satu peserta karena memiliki daya tawar dalam mendorong digitalisasi khususnya dalam dunia kuliner yang selaras dengan Smart City. ESB sendiri menghadirkan teknologi software yang berfokus untuk membantu bisnis food and beverage (F&B) agar pembukuan mereka tertata dengan baik.
"Berangkat di 2015 di mana banyak dilema para pengusaha kuliner. Karena memang tidak mudah dalam mengelola bisnis kuliner. Ada masalah gimana caranya menghitung harga yang pas, hal-hal seperti itu tentunya tidak mudah. Saya lantas berpikir untuk mencari solusi bagi para pelaku UMKM kuliner agar bisa menekan cost operasional. Sehingga mendapat keuntungan melalui efisien dengan software. Jadi dari hulu ke hilir semua termonitor," pungkasnya.