REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Wilda Fizriyani
Ada banyak cara untuk bisa mempelajari sejarah di Indonesia. Salah satunya dengan menggunakan film dokumenter yang bercerita sebuah peristiwa atau tokoh-tokoh nasional tertentu.
Baru-baru ini, sejumlah siswa SMA Negeri (SMAN) 4 Kota Malang berkesempatan menyaksikan film dokumenter yang mengisahkan keluarga dari tokoh nasional Soedjatmoko atau biasa dikenal dengan nama Bung Koko. Kegiatan yang menghadirkan sejumlah pemantik dari berbagai profesi ini dilaksanakan di aula SMAN 4 Kota Malang, Sabtu (5/11/2022). Kegiatan ini juga menghadirkan sejumlah sejarawan asal Malang dan para akademisi lainnya.
Film yang berdurasi sekitar 25 menit tersebut nyatanya mendapatkan respons cukup baik dari salah satu siswa kelas X SMAN 4 Kota Malang, Christiano Bangga. "Menurut saya film ini sangat menarik. Terutama saya dapat mengetahui tokoh nasional apalagi di film ini saya mengetahui bahwa tokoh nasional tidak cuma itu-itu saja," kata pria yang disapa Bangga ini saat ditemui Republika di SMAN 4 Kota Malang.
Melalui film tersebut, Bangga bisa mengetahui kontribusi besar dari sosok Soedjatmoko yang telah memperkenalkan Indonesia ke mancanegara. Hal ini terutama ketika masa setelah kemerdekaan Indonesia di mana saat itu belum diakui dunia. Pasalnya, kemerdekaan Indonesia kala itu masih diintervensi oleh pemerintah Belanda.
Sebelum menonton film ini, Bangga mengaku sempat mendengar dan membaca tentang Soedjatmoko. Namun dia tidak pernah mengulik secara mendalam dari sosok berdarah Jawa Timur (Jatim) tersebut. Dia hanya mengetahui Soedjatmoko dari foto yang bersama Sutan Sjahrir dan Agus Salim dalam Sidang Dewan Keamanan PBB 1947.
Produser Pelaksana Film Dokumenter Soedjatmoko, FX Domini BB Hera mengatakan, pihaknya memang sengaja memperluas jangkauan penonton film yang mengisahkan Soedjatmoko dan keluarganya. Timnya tidak ingin hanya melihat reaksi dari orang dewasa dan umum tetapi para pelajar juga. Apalagi mereka lahir dengan jarak yang jauh dengan momen meninggalnya Soedjatmoko pada 1989.
"Jadi bayangan mereka Soedjatmoko seperti apa dan bagaimana, mereka bisa memaknai sejarah keluarga sebagai bagian dari pembelajaran sejarah secara internal," jelas pria yang disapa Sisco ini.
Ada pun alasan pembuatan film ini, Sisco mengungkapkan, ini berkaitan dengan peringatan 100 tahun usia Soedjatmoko. Seperti diketahui, Soedjatmoko tercatat lahir di Sawahlunto pada 10 Januari 1922. Kemudian pria berdarah Ponorogo dan Madiun ini meninggal pada 21 Desember 1989 di Yogyakarta.
Pada momen 100 tahun ini, Sisco menilai, banyak orang yang membicarakan pemikiran dan warisan yang telah disampaikannya. Namun hanya sedikit yang melihat akar keluarga yang membuat terbentuknya sosok Soedjatmoko hingga tua.
Sejarawan asal Malang ini berpendapat Soedjatmoko termasuk tokoh nasional yang kosmopolitan mengakar. Dia memang telah melalang-buana ke berbagai tempat tetapi akan selalu kembali di satu titik, yakni keluarganya.
"Jadi di 100 tahun Soedjatmoko ini. Kami ingin menampilkan sesuatu yang bisa melengkapi, ya ini bagaimana kita membaca akar dari seorang Soedjatmoko yang sangat kosmopolitan itu," jelas pria lulusan jurusan sejarah Universitas Negeri Malang (UM) tersebut.
Dia dan timnya berusaha mengungkap Soedjatmoko yang sudah mendunia ke dalam lingkungan keluarganya di Madiun. Pihaknya berusaha memperlihatkan perspektif keluarga dan keturunannya terhadap sosok Soedjatmoko. Kemudian juga termasuk mengungkapkan seluruh aset keluarga yang sampai saat ini masih terkelola dengan baik bersama masyarakat sekitar.
Pada kesempatan tersebut, Sisco juga mengatakan, proses produksi film ini berlangsung cukup lama yakni satu tahun. Hal ini dimulai dari proses pengajuan pendanaan ke Universitas Negeri Malang (UM) lalu proses syuting hingga tahap edit film. Selanjutnya, film diluncurkan secara resmi pada Oktober lalu di Madiun, Jawa Timur (Jatim).
Berikutnya, film memasuki tahap diseminasi di mana SMAN 4 Kota Malang menjadi tempat pemutaran pertama film. Lokasi ini dipilih lantaran guru sejarah di sekolah tersebut sangat proaktif terhadap setiap perkembangan dinamika ilmu sejarah. Hal ini termasuk produk-produknya bukan hanya buku dan riset tetapi berbentuk film dokumenter juga.
Pemutaran film kedua akan dilaksanakan di Yogyakarta pada 15 November 2022. Di samping itu, pihaknya saat ini masih dalam proses penjajakan agar film bisa disiarkan di Jakarta. Namun dia memastikan film akan diputar di Bentara Budaya Solo Balai Soedjatmoko Solo pada tahun depan.
Lokasi Bentara Budaya Solo Balai Soedjatmoko dipilih karena pernah menjadi rumah dari ayah kandung Soedjatmoko. Tempat ini juga menjadi saksi di mana Soedjatmoko berusaha mencari identitas dirinya. Hal ini terutama ketika Soedjatmoko dikeluarkan dari Sekolah Kedokteran di Batavia oleh pemerintah pendudukan Jepang.
Dengan mempelajari sejarah keluarga, penonton bisa melihat kesadaran Soedjatmoko tentang asal muasal dan tujuan akhir hidupnya. "Jadi setidaknya sejarah keluarga dari tiap diri kita punya, dengan film ini, penonton bisa punya kesadaran bahwa belajar sejarah memang akan kemana-mana tetapi harus dimulai dari diri sendiri," jelasnya.