Selasa 10 Jan 2023 08:17 WIB

Polarisasi Politik Menguat Jelang 2024, Masyarakat Diingatkan tak Terbawa Arus

Kali ini polarisasi terbentuk akibat rivalitas Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Fernan Rahadi
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan (kiri), Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (tengah), dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (kanan), minum kopi bersama di kafe JakBistro Balai Kota DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
Foto: Republika/Farah Noersativa
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan (kiri), Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (tengah), dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (kanan), minum kopi bersama di kafe JakBistro Balai Kota DKI Jakarta beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar politik Universitas Airlangga (Unair) Ali Sahab menyoroti mulai terbentuknya polarisasi masyarakat menjelang Pilpres 2024. Ali menyebut, setelah munculnya istilah Cebong versus Kampret pada Pilpres 2019, kali ini polarisasi masyarakat terbentuk akibat rivalitas Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

Keduanya, kata Ali, memang mempunyai basis massa yang cukup kuat. Apalagi melihat rekam jejak mereka yang sama-sama pemimpin daerah. Ali mengingatkan, masyarakat tidak perlu terbawa arus politik yang sedang panas-panasnya. Apalagi nama-nama yang muncul saat ini belum tentu akan benar-benar menjadi calon presiden di Pilpres 2024.

"Saya kira kita tidak perlu terbawa arus seperti itu karena belum tentu mereka jadi calon presiden 2024," ujarnya, Selasa (10/1/2023).

Meski demikian, kata Ali, siapa pun calon presiden yang akan maju boleh melakukan sosialisasi untuk memperkenalkan ide dan gagasannya kepada masyarakat. Sosialisasi tersebut, lanjutnya, sah-sah saja untuk menarik simpati khalayak.

"Saya kira siapapun yang mau maju sebagai calon presiden boleh melakukan sosialisasi untuk memperkenalkan ide-ide dan gagasan-gagasannya untuk Indonesia ke depan," kata Ali.

Ali hanya berharap, masyarakat tidak sampai terpecah hanya karena Pilpres. Menurutnya, masyarakat akan merugi apabila perbedaan pilihan dan pandangan politik bisa menyebabkan perpecahan di antara mereka. Ia mengingatkan, dalam politik tidak ada kawan dan lawan yang abadi.

"Kita lihat bagaimana Prabowo juga akhirnya masuk kabinet Jokowi. Jadi, tidak ada kawan dan lawan abadi dalam politik, yang ada hanya kepentingan abadi," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement