REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Subdit I Kamneg (Keamanan Negara) Ditreskrimum Polda Jatim mengungkap para tersangka yang diduga memiliki, membuat, menguasai, menyimpan, menyembunyikan, mengangkut, dan menjual bahan peledak berupa bahan jadi petasan seberat 231 kilogram.
Penangkapan penjual bahan peledak tersebut sebagai bagian dari antisipasi kasus ledakan yang sebelumnya terjadi di Blitar, dan menewaskan tiga orang serta menyebabkan puluhan rumah rusak.
"Kita berhasil mengungkap lebih kurang 231 kilogram bahan peledak mercon. Satu kilo itu radius 100 meter berarti kalau sebanyak ini bisa dibayangkan tadi 231 kilogram," kata Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Toni Harmanto, Senin (27/3/2023).
Sementara itu, Dirreskrimum Polda Jatim, Kombes Pol Totok Suharyanto menjelaskan, sejauh ini pihaknya menangkap tiga tersangka berkaitan dengan praktik jual beli bahan peledak petasan tersebut. Yakni tersangka MDP selaku penjual, tersangka IM selaku pemodal dan pembelian bahan mentah, kemudian tersangka AMR selaku karyawan yang meracik atau pekerja
"Ada lagi dua tersangka lain yang masih DPO dalam proses pengejaran yaitu atas nama inisial AB dan JL. Untuk model penjualannya adalah melalui sistem online dengan sebutan pupuk ajaib. Awal pengungkapan kita telah telah menangkap yang dua kg, kemudian dikembangkan yang pertama ditangkap itu di Bantul, kemudian dikembangkan dua tersangka lain di Sleman," kata Totok.
Total barang bukti yang dimanakan adalah 231 kg peledak petasan, bahan mentah berupa serbuk putih 75 kg, bahan serbuk kuning 15 kg, anti pelembab 2,9 kg, serta petasan berbagai jenis 1.141 butir.
Dijelaskan, produksi petasan itu dipasarkan di seluruh Indonesia sejak 2022. Khusus 2023 di Jatim, kata Totok, ada 78 transaksi dan masih terus dikembangkan. Transaksi paling banyak terdapat di daeraj Kediri, Kabupaten Blitar, kemudian Kabupaten Jombang.
"Keuntungan yang didapat dia beli Rp 150 ribu per kg kemudian dia jual Rp 230 ribu per kg, keuntungan Rp 80 ribu, kemudian seluruhnya melalui online," kata Totok
Ia menambahkan, para tersangka dikenakan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat 12 Nomor 51 dengan ancaman hukuman mati, hukuman seumur hidup, atau hukuman penjara minimal 20 tahun.
"Kemudian berkaitan dengan pengembangan, saat ini juga tim masih di lapangan dan akan kita tampilkan untuk hasil pengembangan berikutnya," ujarnya.