REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Dalam beberapa hari terakhir, masyarakat di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah dihebohkan oleh kabar tentang Jumirah (63), Warga Terkena Proyek (WTP) Jalan Tol ruas Yogyakarta-Bawen, di Desa Kandangan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang yang harus mengembalikan uang ganti rugi hingga Rp 902 juta.
Alasannya, jumlah uang ganti rugi yang telah diterima perempuan paruh baya dari pembebasan lahan terkena proyek tol sebesar Rp 4 miliar untuk ganti rugi atas tanah seluas 3.500 meter persegi tersebut disebut kelebihan akibat kesalahan dalam appraisal.
Sementara nominal uang Rp 902 juta yang harus dikembalikan oleh Jumirah merupakan selisih dari kesalahan appraisal atas nilai tanaman hidup yang ada di eks lahan miliknya yang terkena proyek jalan tol.
Yang menjadi persoalan, uang ganti rugi yang telah diterima oleh Jumirah sudah dibagi-bagikan kepada anak-anaknya. Sementara pihak yang meminta Jumirah untuk mengembalikan selisih uang ganti rugi adalah salah satu oknum kepala dusun warga di lingkungan Desa Kandangan. Sehingga, Jumirah pun megadu kepada DPRD Kabupaten Semarang, pada Sabtu (8/4/2023) lalu untuk membantu menyelesaikan persoalan ini.
Menanggapi hal ini, Ketua Ketua DPRD Kabupaten Semarang, Bondan Marutohening yang dikonfirmasi menilai ada beberapa ketidakberesan dalam persoalan yang menimpa Jumirah, WTP proyek Tol Yogyakarta-Bawen warga Dusun Balekambang Desa Kandangan.
Ketidakberesan tersebut terkuak saat Jumirah melakukan audensi dengan DPRD Kabupaten Semarang, akhir pekan lalu. "Kebetulan saya dan Komisi A DPRD Kabupaten Semarang yang menerima dan audiensi juga dihadiri Kepala Desa Kandangan," kata Bondan.
Berdasarkan pengakuan Jumirah, oknum kades dan seorang warga yang meminta WTP tersebut untuk mengembalikan uang ganti rugi mendatangi setelah pencairan uang ganti rugi pada 12 Desember 2022 lalu.
Jadi ketika pagi harinya dana ganti rugi diserahterimakan kepada Jumirah, sore harinya mereka datang untuk meminta uang yang diistilahkan kelebihan bayar tersebut. "Mereka pun datang tanpa dokumen apa- apa," ungkapnya, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Rabu (12/4).
Terlebih, jelas politisi PDIP Kabupaten Semarang ini, aksi datang menagih atau meminta kelebihan pembayaran uang ganti rugi tersebut juga bukan kewenangan perangkat desa maupun warga. "Dari mana mereka tahu ada kelebihan bayar? Padahal kepala desa saja tidak tahu," lanjutnya.
Selain itu, Bondan juga mencium kesalahan dari tim appraisal. Karena dalam proses verifikasi terkait tanaman yang masuk objek ganti rugi, tinggi tanaman belum ada 50 sentimeter masuk kategori tanaman kecil dan nilai appraisalnya Rp 50 ribu.
Tetapi dalam persoalan ini tanaman yang ada di lahan milik Jumirah dinilai masuk kategori sedang, sehingga harga ganti ruginya Rp 400 ribu. "Berarti kesalahan ada di tim appraisal," katanya.
Yang membuat Bondan heran, berdasarkan penuturan Jumirah, jika bersedia mengembalikan uang kelebihan bayar Rp 902 juta, Jumirah dijanjikan akan mendapat Rp 100 juta. "Ini kan semakin aneh. Kalau itu kelebihan bayar semua masuk ke negara, ini kok seperti cashback atau uang pengembalian," katanya.
Melihat persoalan tersebut, Bondan menduga ada oknum yang bermain demi mendapatkan keuntungan pribadi. Maka ia menyarankan agar dilakukan penghitungan ulang terkait hak yang diterima Jumirah dan diterbitkan ketetapan baru.
Selain itu juga harus melihat kondisi Jumirah karena uang yang sudah diterima tersebut juga telah dibagikan kepada anak, kerabat, bahkan juga orang lain.
Sebab tanaman yang ada di lahan Jumirah tersebut ternyata juga milik beberapa orang. "Jadi ada yang titip tanam dan mereka sudah menerima uang ganti rugi dari Jumirah," katanya.