Rabu 07 Jun 2023 07:51 WIB

Inovasi Dosen UMM Kembangkan Ecoprint Manfaatkan Mangrove

Hasil ekstrak mangrove tidak mudah luntur sehingga bagus untuk pewarna.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
 Dosen bersama lima mahasiswa Fakultas Pertanian Pertenakan (FPP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengembangkan ecoprint dengan memanfaatkan mangrove.
Foto: Dokumen
Dosen bersama lima mahasiswa Fakultas Pertanian Pertenakan (FPP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengembangkan ecoprint dengan memanfaatkan mangrove.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Ecoprint merupakan salah satu jenis teknik mencetak yang dapat dijadikan alternatif untuk mengurangi kerusakan lingkungan serta ekosistem akibat limbah kimia pabrik tekstil. Teknik itu pula yang dilakukan oleh dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Wehandaka Pancapalaga.

Bersama lima mahasiswa Fakultas Pertanian Pertenakan (FPP), dia mengembangkan ecoprint dengan memanfaatkan mangrove. Menariknya, mereka bisa menciptakan berbagai produk seperti tas, pakaian, hingga sepatu dari teknik pewarnaan ini.

Ide ini muncul pada 2019 saat melakukan uji coba terhadap penelitian yang sudah dilakukan. Sebagaimana diketahui, mangrove bisa dijadikan zat pewarna alami untuk ecoprint. "Sebab itu, penelitian yang dilakukan sangat rinci, mulai dari pemilihan bahan hingga proses produksi. Hal itu berefek pada produk yang bagus dan bermanfaat bagi masyarakat," kata dia.

Dijelaskan, hasil dari ekstrak mangrove tidak mudah luntur sehingga bagus untuk pewarna. Adapun sistem yang digunakan melalui mesin pengukus atau steam yang yang tingkat panasnya lebih terjamin. Dengan demikian, warna yang dihasilkan juga lebih merata.

Kemudian suhu yang digunakan ada pada rentang 75 derajat celsius dan dikukus selama dua jam. Apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi, kulit yang digunakan untuk ecoprint akan rusak.

Sementara itu, kalau suhunya terlalu rendah, warna daun dan bunga tidak akan bisa melekat pada kulit. Wehandaka mengatakan, pihaknya sangat serius mendalami penelitian, termasuk mengenai pemilihan jenis mordan.

Pihaknya telah mencoba berbagai cara mulai dari mordan tawas, kapur, dan tunjung. Hasilnya, mordan tawas memberikan hasil yang lebih maksimal dan cocok dengan bahan alami yang digunakan.

Sementara itu, kulit yang digunakan untuk teknik ini adalah domba samak jenis crust. Pemilihan ini tak lepas dari kelebihannya yang lebih lentur dan tidak mudah luntur.

Menurut dia, saat ini penelitian ecoprint timnya sedang proses didaftarkan untuk paten sederhana. Namun sembari menunggu, pihaknya juga mengabadikannya dalam beberapa event seperti program matching fund bersama UMKM Bululawang Malang.

Hasilnya, masyarakat sangat antusias untuk memproduksi ecoprint tersebut karena di Desa Bululawang banyak perajin kulit yang masih monoton menggunakan warna hitam polos.

Wehandaka bersama tim berharap agar penelitian mengenai ecoprint dapat diterima baik oleh masyarakat. Mereka memiliki tujuan untuk membantu pengrajin kulit agar bisa lebih kreatif.

"Utamanya dalam hal warna, teknik, dan cara yang lebih ramah lingkungan," jelas dia. Selanjutnya, dia sedang mencoba mengombinasikan antara ecoprint dan ukiran.

Ini bertujuan agar hasil akhirnya akan seperti daun yang nampak timbul. Dengan demikian, akan semakin terlihat menarik dan bagus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement