REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Generasi muda harus tampil mengambil ruang untuk mengampanyekan perdamaian, toleransi dan persatuan. Generasi saat ini tidak boleh abai dan diam dengan keadaan.
Pemuda dari kalangan pelajar, kampus dan pesantren diharapkan aktif dan beraksi menebar pesan perdamaian, persatuan dan agama yang ramah terhadap kebinekaan dan kebangsaan. Apalagi bangsa Indonesia tengah menyambut datangnya tahun politik pada gelaran Pemilu 2024.
"Makin dekatnya tahun politik harus disikapi dengan kewaspadaan dini jika terjadi gesekan horizontal di masyarakat, yang biasanya berawal dari media sosial. Oleh karena itu, semua pihak, terutama generasi muda Indonesia yang secara aktif melakukan kontra propaganda melalui berbagai narasi sejuk yang humanis untuk mengimbangi narasi naif dari kaum intoleran dan kelompok radikal yang mempolitisasi agama," ujar Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Prof Syamsul Ma’arif di Semarang, Rabu (14/6/2023).
Prof Syamsul menjelaskan menjadi tanggung jawab bersama untuk membangun keharmonisan hubungan masyarakat dari berbagai golongan. Siapapun harus bisa kita muliakan tanpa membeda-bedakan identitasnya.
Ia mengutip kitab karya Habib Ali Al Jufri, al insaniyah kobla tadayyun (kemanusiaan sebelum keberagamaan). Sudah sepantasnya praktik politik identitas itu dikritisi oleh anak muda. Karena salah satu bahaya yang akan mengancam bangsa secara signifikan ketika politisasi agama sudah mengakar.
"Kita itu seringkali dibenturkan dengan politik identitas. Anak muda harus kritis dan mencoba mendiseminasi nilai-nilai yang baik supaya sesama anak bangsa bisa saling menyadarkan, mawas diri dan melakukan berbagai upaya pencegahan yang bisa dilakukan. Selanjutnya adalah dengan melakukan kontra narasi dan kontra ideologi dengan berbasis keilmuan yang generasi muda miliki," ujar Prof Syamsul.
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah periode 2022-2025 ini juga menekankan, menjelang tahun politik berbagai macam cara pasti akan digunakan untuk memenangi kontestasi, tak terkecuali politik identitas. Untuk itu, generasi muda harus hadir memberi pencerahan di tengah masyarakat dengan cara yang santun dan baik. Adab yang baik adalah penunjang tersampaikannya narasi toleransi dan kebangsaan sehingga mudah diterima oleh semua golongan.
"Dengan petunjuk kebaikan yang disampaikan dengan cara yang santun dan baik, insya Allah, siapapun itu, akan leleh dengan sendirinya. Gejolak, konflik, ataupun perbedaan pendapat, itu pasti ada, tetapi ketika itu semua bisa dirawat, disentuh dengan petunjuk kebaikan, serta dibarengi dengan akhlakul karimah, maka semuanya akan meleleh dengan sendirinya. Harapannya kita mampu bersama-sama bergandengan tangan untuk mengatasi berbagai masalah yang akan dihadapi," katanya.
Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kota Semarang ini juga mengajak untuk menyadari dan mengeksplorasi nilai-nilai kultur yang ada di tengah masyarakat. Contohnya ngono ya ngono tapi yo ojo ngono, sebuah ungkapan bijak dari para leluhur agar masyarakat lebih mengedepankan rasionalitas, rasa dan hati, sehingga semua persoalan bisa diselesaikan dengan cara yang santai dan musyawarah.
"Kalau memang persoalannya meruncing, perlu bertemu untuk memecahkan masalah dengan cara mufakat. Jadi kalau ada istilah ulama itu harus bermusyawarah, wa syawirhum fil amr. Bermusyawarahlah dalam segala aspek kehidupan ini, karena memang kehidupan itu harus dicarikan pemecahannya. Jangan berputus asa dan takut terhadap realitas apapun di dunia ini, yang penting kita itu bisa rukun. Kita dapat mengatasi berbagai macam problematika kehidupan ini dengan cara bersatu padu. Bersatu kita kuat, tapi kalau bercerai kita akan runtuh," paparnya.
Lebin lanjut dikatakan bahwa generasi muda harus sadar bahwasannya Indonesia itu memiliki sumber daya yang sangat luar biasa dan budaya yang unik. Kekayaan alami inilah yang harus segera ditransmisikan dan disosialisasikan agar masyarakat bisa menyatu dan kuat dalam menghadapi berbagai kepentingan yang sifatnya pragmatis.
Menurutnya banyak kelompok yang memiliki rekayasanya sendiri untuk memperjuangkan kepentingannya secara tidak bertanggung jawab. Ini yang harus diantisipasi agar kesatuan dan persatuan Indonesia tetap terjaga.
Prof Syamsul berpesan agar para generasi muda bisa merawat kemajemukan karena perbedaan itu fitrah. Dengan beraneka ragam perbedaan justru saya yakin para anak muda dapat menyikapinya dengan bijaksana sesuai dengan keilmuan yang dimiliki. Prinsipnya adalah perbedaan yang kita miliki adalah desain secara natural yang justru memiliki keistimewaan tersendiri.