Selasa 11 Jul 2023 10:45 WIB

Antisipasi Penyebaran Antraks, Pengambilan Sampel Tanah Terus Dilakukan di Gunungkidul

Antraks di Gunungkidul juga menyebar ke manusia.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Tradisi Mbrandu dan Wabah Antraks di Gunungkidul
Foto: infografis Republika
Tradisi Mbrandu dan Wabah Antraks di Gunungkidul

REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNGKIDUL -- Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Kabupaten Gunungkidul terus melakukan pengambilan sampel tanah untuk mengantisipasi meluasnya penyebaran antraks. Sampel yang diambil tidak hanya di lokasi-lokasi penguburan sapi ataupun kambing yang mati.

Seperti di Padukuhan Jati, Kelurahan Candirejo, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul, yang mana daerah tersebut masuk dalam zona merah antraks. Namun, Kepala Bidang Kesehatan Hewan DPKH Gunungkidul, Retno Widyastuti menyebut bahwa pengambilan sampel tanah ini juga dilakukan di lokasi lainnya.

Baca Juga

"Surveillance tetap dilakukan terus menerus, tidak hanya di lokasi yang ada kematian, di tanah-tanah tempat yang lain pun juga kita ambil (sampelnya)," kata Retno kepada Republika.co.id, Senin (10/7/2023).

Selain itu, disinfeksi menggunakan formalin juga terus dilakukan. "Kita berikan perlakuan formalin dan lain-lain, nanti kalau sudah bersih baru kita semen, kita cor beton," ucapnya.

Hingga saat ini, tercatat sudah ada enam sapi dan enam kambing yang terpapar antraks di Padukuhan Jati. Pekan kemarin, juga dilaporkan satu sapi mati di Padukuhan Pucangsari, Kalurahan Candirejo, Kecamatan Semanu.

Namun, Retno menuturkan bahwa dari gejala yang dialami sapi tersebut tidak mengarah ke antraks. Meski begitu, pihaknya harus memastikan penyebab kematian sapi tersebut dari hasil pemeriksaan laboratorium.

"Kalau antraks itu kan mati mendadak, seperti kejang-kejang. Jadi tiba-tiba saja kejang, kemudian mati. Kalau dilihat dari jarak sakitnya, ada sakit selama sekian hari, berarti sampai mati kan ada tiga hari," ungkapnya.

Selain itu, dasar yang menguatkannya mengatakan bahwa sapi tersebut diduga tidak mati karena antraks yakni lokasi Padukuhan Pucangsari yang jauh dari Padukuhan Jati. Meski berada di satu kelurahan, jarak kedua padukuhan tersebut mencapai sekitar 10 kilometer.

"Kita berharapnya tidak (mati karena antraks), kalau disana (di Pucangsari) ada (penyebaran antraks) kan berat juga kita, tapi mudah-mudahan tidak, harapan kami tidak, hanya terlokalisir di Jati saja. Di Jati itu kan agak terlokalisir, mau keluar juga ada hutan jati, dia di pedalaman. Jadi kalau tidak membawa ternak keluar, dia kan tidak menular," jelas Retno.

Antraks di Gunungkidul juga menyebar ke manusia, dan mengakibatkan tiga orang meninggal dunia hingga saat ini. Meski begitu, belum ditetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk penyakit antraks oleh Pemerintah Kabupaten Gunungkidul.

"Itu pimpinan daerah yang memutuskan (status KLB). Pernah ada pembahasan, tapi masih dalam kajian, jadi kita belum berani untuk menjawab," kata Retno.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement