Ahad 30 Jul 2023 04:44 WIB

Akui Retribusi Parkir Belum Maksimal, Wali Kota Semarang: Banyak Parkir Liar

Ongkos parkir yang ditarik juru parkir liar masuk dalam pungutan liar.

Parkir liar di pinggir jalan (ilustrasi)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Parkir liar di pinggir jalan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengakui sektor retribusi parkir sampai saat ini masih belum maksimal karena masih banyaknya parkir liar yang tidak masuk pendapatan asli daerah (PAD).

"Di satu pihak, ada larangan enggak boleh parkir, tapi banyak orang nekat tidak mematuhi rambu. Lalu, ditarik juru parkir yang tidak terdaftar di Dinas Perhubungan," ungkap Ita, sapaan akrab Hevearita, di Semarang.

Menurut dia, ongkos parkir yang ditarik juru parkir liar itu masuk dalam pungutan liar sehingga perlu mendapatkan perhatian serius, apalagi parkir liar masih banyak ditemui di Kota Atlas.

"Ini memang perlu dilakukan pembinaan terus menerus dan monitoring. Saya juga tidak berhenti ceriwis mengingatkan Dishub," kata perempuan pertama yang menjadi wali kota Semarang itu.

Bahkan, ia menegaskan jika titik-titik larangan parkir yang memang memungkinkan untuk dilegalkan sebaiknya sekalian dilegalkan agar bisa menghasilkan retribusi bagi PAD Kota Semarang.

"Kalau memang itu sudah menjadi titik (parkir), enggak usah dilarang, sekaligus dilegalkan saja. Kami melarang, di sisi lain tetap parkir, dan masuknya bukan ke PAD Kota Semarang," ujarnya.

Karena itu, kata dia, Pemkot Semarang sedang melakukan kajian penyesuaian dan penambahan titik-titik parkir yang memungkinkan potensinya untuk menambah PAD bagi Kota Semarang.

"Selama ini, Dishub enggak pernah mencapai target (retribusi parkir). Akan kami evaluasi untuk meningkatkan retribusi. Sekarang saja (realisasi) masih tercapai 30 persen," katanya.

Retribusi pedagang juga menjadi perhatian Ita, sebab sistem pembayaran retribusi yang masih menggunakan uang tunai membuat pengawasan terhadap realisasi retribusi menjadi susah.

"Ini (retribusi pedagang) di Dinas Perdagangan ya. Kalau masih menggunakan uang tunai, sudah dibayar oleh pedagang nih, misalnya ada penyimpangan, dan sebagainya kan susah membuktikan," ujar dia.

Sebagai langkah antisipasi, pemkot sedang mengupayakan pembayaran retribusi pedagang secara nontunai dengan mengajak kerja sama kalangan perbankan pemerintah dan daerah.

"Kami sedang mengupayakan pembayaran cashless. Jadi, memakai sistem yang saat ini sedang proses dengan berbagai bank, baik Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) dan Bank Jateng," jelasnya.

Sedangkan untuk retribusi dari organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya, seperti Dinas Lingkungan Hidup, serta Dinas Pemuda dan Olahraga, kata Ita, sudah bagus dalam pencapaiannya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement