REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gerakan Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori Ala Jogja (Mbah Dirjo) terus dimasifkan di Kota Yogyakarta. Setidaknya, ribuan titik biopori untuk mengolah sampah organik sudah dihasilkan dari gerakan ini.
Gerakan ini pun mendapat respon positif warga menyusul kondisi darurat sampah saat ini di Kota Yogyakarta. Salah satunya warga RT 15 RW 04, Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Keraton, Kota Yogyakarta, Muhammad Taufik Nurrahman yang mengatakan, gerakan itu mengubah kebiasaan warga dalam mengelola sampah.
Gerakan ini tidak hanya mengurangi sampah rumah tangga. Namun, gerakan tersebut juga dinilai membuat warga mampu mengelola sampah secara mandiri. "Sekarang saya jadi sudah terbiasa mengolah sampah rumah tangga secara mandiri (dengan biopori)," kata Taufik, belum lama ini.
Ia menjelaskan, di lingkungan tempat tinggalnya awalnya melakukan kerja bakti membuat biopori reguler dengan volume 25 kilogram sebanyak 10 buah. Biopori tersebut dibuat dari ember cat bekas, yang ditempatkan di halaman rumah warga.
"Kami tempatkan di halaman rumah warga agar memudahkan warga yang akan membuang sampah organiknya," ujarnya.
Biopori ini terus bertambah dengan harapan semakin mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA Regional Piyungan. Melalui upaya tersebut, diharapkan wilayahnya dapat menjadi contoh bagi wilayah lain dalam memasifkan pengelolaan sampah menggunakan biopori, khususnya di Kota Yogyakarta.
"Dengan ini juga bisa menjadi contoh wilayah lain agar mendukung penuh gerakan Mbah Dirjo yang diinisiasi oleh Pemkot Yogya dalam upaya menekan sampah yang dibuang ke TPA Piyungan," kata dia.
Tidak hanya Taufik, warga lainnya juga turut merasakan dampak dari pengelolaan sampah organik dengan biopori ini. Seperti Sri Nuryanti yang turut membuat biopori di depan rumahnya untuk mengelola sampah organik.
Sri pun mengajak warga yang belum mengelola sampah secara mandiri untuk menerapkan Gerakan Mbah Dirjo. Hal ini dilakukan agar volume sampah yang dibawa ke depo-depo sampah, maupun ke TPA Regional Piyungan dapat terus ditekan.
Meski saat ini TPA Piyungan sudah kembali dibuka dengan kapasitas sampah yang dapat ditampung dibatasi, namun penting untuk mengelola dari hulu yakni dari rumah tangga.
"Saya bikin biopori dan lodong sisa dapur (losida) di depan rumah saya, hasilnya tidak ada limbah organik rumah tangga yang kami buang ke depo," kata Sri yang merupakan warga Kelurahan Rejowinangun, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta, tersebut.
Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo, juga sudah mengatakan bahwa hingga pekan pertama September 2023, Gerakan Mbah Dirjo sudah mampu mengurangi sampah organik hingga 64,7 ton per hari berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta. Gerakan ini sudah diterapkan sejak akhir Juli 2023 lalu.
Pengurangan volume sampah hingga 64,7 ton tersebut berasal dari 16.863 titik pengolahan sampah organik rumah tangga yang tersebar di Kota Yogya. "Metode pengolahannya tidak sebatas biopori saja, ada ember tumpuk dan juga losida," tegas Singgih.
Dijelaskan, seluruh Forum Bank Sampah (FBS) Yogyakarta juga diminta aktif menginisiasi pengelolaan sampah secara mandiri sejak diluncurkannya gerakan tersebut. Baik itu bank sampah di tingkat kecamatan, kelurahan, serta semua anggota bank sampah yang ada mengaku siap menjadi inisiator Gerakan Mbah Dirjo di lingkungannya masing-masing.
"Terlebih saat ini di Kota Yogya telah terealisasi lebih kurang 658 bank sampah berbasis RW. Sekarang sudah 100 persen aktif semua," ujarnya.
Selain pengelolaan sampah dari rumah tangga, beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkup Pemkot Yogyakarta juga dikatakan mampu mengurangi sampah organik dengan signifikan.
Setidaknya, OPD-OPD yang ada mampu menghasilkan 6.177 titik biopori, sehingga total biopori yang ada di Kota Yogyakarta saat ini sudah mencapai 23.046 titik.
Di antara OPD yang dapat mengurangi volume sampah dengan signifikan melalui Gerakan Mbah Dirjo yakni Dinas Perdagangan (Disdag) dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Yogya. Kedua OPD tersebut bisa mengurangi sampah organik hingga 14,4 ton per hari.
"Untuk Disdag mampu mengurangi sampah hingga 8,256 ton, sementara Disdikpora Kota Yogya mencapai 6,171 ton," jelasnya.
Tidak hanya itu, Dinas Pariwisata (Dispar) Yogyakarta juga dikatakan mampu mengurangi sampah organik hingga 1,5 ton dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Yogyakarta mencapai 885 kilogram per hari. Untuk itu, Singgih berharap seluruh masyarakat Yogyakarta terus berkontribusi dan mendukung Gerakan Mbah Dirjo ini.
"Karena gerakan ini tidak membutuhkan biaya yang mahal. Dengan peralatan sederhana dan sangat mudah diakses, setiap warga yang berdomisili di Kota Yogya diharapkan turut berkontribusi," kata Singgih.