REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat mendorong daerah melakukan konvergensi penganggaran untuk menekan angka stunting di 2024. Hal ini penting dilakukan agar target nasional penurunan angka stunting dapat tercapai, meski 2024 akan menjadi tahun politik dengan beberapa hajat demokrasi besar.
Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo mengatakan, anggaran untuk program penanganan stunting di 2024 tidak ada penambahan dan relatif masih sama dengan 2023. Tidak hanya kementerian dan lembaga, pemerintah daerah pun sama terkait dengan anggaran, termasuk bagi program penurunan angka stunting tidak ada penambahan anggaran.
"Karena kita harus berempati kepada pemerintah yang sedang punya hajat besar," ungkapnya, usai menghadiri acara pembukaan Konsolidasi Perencanaan Program dan Anggaran (Koren) II Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting 2024, di Semarang, Senin (18/9) malam.
Menurut Hasto, hajat pesta demokrasi besar yang akan dilaksanakan serentak di 2024 nanti juga membutuhkan anggaran yang cukup besar. Sehingga, untuk 2024 pelaksanaan program BKKBN juga diminta untuk menyesuaikan dengan ketersediaan anggaran yang ada.
Kendati begitu, program-program harus tetap berjalan karena anggaran untuk program kegiatan tidak dikurangi, termasuk untuk percepatan penurunan angka stunting. "Paling kita hanya melakukan refocusing, dalam arti yang tidak penting- penting difokuskan untuk anggaran penurunan angka stunting," ungkapnya.
Untuk itu, kata Hasto, BKKBN juga mendorong daerah melalui informasi penganggaran yang transparan dan jelas, karena tidak semua daerah menerima dana alokasi khusus (DAK).
Maka BKKBN selalu menyampaikan kepada kepala daerah dan jajarannya untuk memberikan suplemen atau komplemen bagi penganggaran percepatan penurunan stunting. BKKBN juga selalu mengadvokasi kepala daerah bahwa anggaran terbesar ada di Kementerian Sosial (Kemensos).
Karena secara nasional anggaran percepatan penurunan stunting yang mencapai Rp 30 triliun, sekitar Rp 20 triliun di antaranya ada di Kemensos melalui Program Keluarga Harapan (PKH).
Sehingga BKKBN selalu titip kepada kepala daerah, Dinas Sosial yang mengelola anggaran paling besar untuk bisa dikonvegensikan bagi penurunan angka stunting.
"Kita juga mendorong pemerintah daerah agar kepala desa juga mengalokasikan percepatan penurunan angka stunting dalam pemanfaatan dana desa, yang saat ini juga sudah terlaksana," jelas Hasto.
Terkait hal ini, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Tengah, Sumarno menyampaikan, dalam rangka percepatan penurunan angka stunting telah mengonvergensikan berbagai organisasi perangkat daerah (OPD).
Karena untuk mengatasi stunting ini butuh kolaborasi OPD yang ada di Pemprov Jateng. Sehingga di Jateng, OPD terkait dilibatkan ubtuk mendorong program nasional percepatan penurunan angka stunting.
Seperti Dinkes, Dinsos, DP3AKB, DKP, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian, dan sejumlah dinas lainnya yang terkait dalam mendukung penanganan problem stunting.
Jadi konvergensi dan kolaborasi dilakukan, karena stunting ini menjadi problem bersama dan mengatasinya harus dilakukan secara bergotong-royong.
Demikian halnya dengan lini penanganan juga melibatkan semua elemen masyarakat hingga ibu-ibu PKK di lingkungan terkecil guna mempercepat penanganan stunting," katanya.