Rabu 20 Sep 2023 20:02 WIB

Aktivitas Tambak Udang dan Tongkang Ancam Keindahan Alam Laut Karimunjawa

Tambak udang vaname tersebut membuang limbahnya langsung ke laut.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Foto udara tambak udang vaname intensif di sekitar area hutan mangrove tepi pantai Desa Kemujan, Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, Senin (18/9/2023).
Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan
Foto udara tambak udang vaname intensif di sekitar area hutan mangrove tepi pantai Desa Kemujan, Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, Senin (18/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JEPARA -- Keindahan kawasan laut di kepualauan Karimujawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, kondisinya semakin terancam. Bertambahnya tambak budi daya udang vaname di kawasan kepulauan ini dikhawatirkan bakal membawa kerusakan terumbu karang dan habitat biota laut yang ada.

Pasalnya, tambak-tambak yang ditengarai juga ilegal tersebut juga membuang limbahnya langsung ke laut. Akibatnya terumbu karang, rumput laut dan ikan- ikan mati akibat habitatnya tercemar.

Koordinator Lingkar Juang Karimunjawa (LINGKAR), Bambang Zakariya mengungkapkan, ‘proyek’ tambak udang vaname mulai masuk ke kawasan Karimunjawa sekitar 2016 silam.

Setahun kemudian, yang awalnya hanya ada di satu titik, bertambah menjadi empat titik yang di setiap titik setidaknya ada enam hingga 36 petak. “Jumlahnya terus bertambah dan saat ini mencapai 39 titik,” jelasnya, Rabu (20/9).

Masyarakat, jelas Zakariya, menolak kehadiran tambak-tambak ‘ilegal’ itu dan penolakan ini bukan tanpa alasan. Karena dalam aktivitasnya tambak-tambak udang vaname tersebut membuang limbahnya langsung ke laut.

Akibatnya terumbu karang, rumput laut, dan ikan-ikan mati tercemar dan keberadaan tambak-tambak tadi juga memicu konflik horizontal di masyarakat. “Khususnya antara nelayan lokal dengan pengelola tambak,” kata dia.

Zakariya juga menyampaikan, LINGKAR telah melakukan investigasi di lapangan. Hasilnya ditemukan sejumlah fakta terkait dengan kerusakan ekosistem laut mapun dampak lingkungan yang diakibatkan.

Misalnya, sejumlah kawasan mangrove yang ada di sekitar tambak rusak akibat sedimen limbah tambak, jaringan pipa air laut untuk tambak telah merusak karang selain biota laut yang kian terancam.

Maka, jika aktivitas tambak ini tidak dihentikan, limbah dari tambak- tambak udang vaname ini akan terus merusak keindahan bawah laut Karimunjawa. “Artinya, keberadaan tambak-tambak itu pada waktunya akan menghancurkan pariwisata di Karimunjawa,” jelasnya.

Sementara itu, Koordinator Komunitas dari Greenpeace Indonesia, Dinar Bayu mengungkapkan, meski menyandang status sebagai kawasan taman nasional, Karimunjawa tidak serta merta lepas dari berbagai problem dan permasalahan kelestarian lingkungan.

Persoalan yang dipicu oleh kehadiran tambak udang vaname, kian memperparah problem lingkungan di kawasan itu. “Kerusakan terumbu karang yang terjadi juga dipicu oleh kapal-kapal tongkang batubara yang sering ‘parkir’ di perairan Karimunjawa,” ungkapnya.

Dinar juga menyampaikan, pada Mei 2018, kapal legendaris Greenpeace, Rainbow Warrior, beraksi menghadang kapal tongkang batubara yang kerap parkir di wilayah Karimunjawa, sehingga merusak terumbu karang dan mencemari lautan.

Sejak aksi tersebut, pengawasan dari aparat pemerintah hanya bertahan selama tiga bulan. Setelahnya, Karimunjawa kembali disinggahi oleh tongkang-tongkang tersebut hingga beberapa kali merusak terumbu karang.

Belum selesai dengan permasalahan lalu lalang dan parkirnya tongkang batubara untuk PLTU, kawasan taman nasional ini juga terancam oleh keberadaan dan aktivitas tambak-tambak udang ilegal.

Pemerintah juga harus melakukan penegakan hukum dengan tegas dengan mengacu pada Perda RTRW Kabupaten Jepara terbaru, yang melarang adanya tambak di Taman Nasional Karimunjawa.

“Selain itu pengawasan terhadap kapal tongkang batu bara diperketat agar tidak merusak terumbu karang dan merusak keindahan dan keanekaragaman biota laut Karimunjawa,” tegas dia.

Dalam konteks ancaman akibat perubahan iklim, masih kata Dinar, krisis iklim sudah di depan mata dan juga kian mengancam kawasan Taman Nasional  Karimunjawa. Naiknya suhu laut dapat memicu pemutihan karang serta hilangnya biota laut.

Sudah seharusnya taman nasional ini dilindungi dari krisis iklim dan berbagai praktik ekonomi/industri yang merusak, agar keindahan bawah laut di kawasan Karimunjawa tetap lestari dan terlindungi.   

Maka, gelombang aksi masyarakat untuk menyuarakan krisis iklim terus bergulir, mulai dari Bandung, Malang, Jakarta, dan juga di Karimunjawa.

“Masih dalam rangkaian Global Climate Strike, Greenpeace bersama masyarakat Karimunjawa dan berbagai komunitas pemerhati lingkungan melakukan aksi membentangkan banner bertuliskan ‘Save Karimunjawa’ di laut Karimunjawa,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement