Ahad 01 Oct 2023 21:27 WIB

DIY Tindaklanjuti Penetapan Sumbu Filosofi dengan Si Sufi Jogja

Management plan merupakan dokumen rencana pengelolaan kawasan warisan dunia.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Informasi terkait pengajuan Sumbu Filosofi Yogyakarta menjadi warisan dunia UNESCO di kawasan Tugu Pal Putih, Yogyakarta.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Informasi terkait pengajuan Sumbu Filosofi Yogyakarta menjadi warisan dunia UNESCO di kawasan Tugu Pal Putih, Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID,  YOGYAKARTA -- Pemerintah Daerah (Pemda) DIY menindaklanjuti usai ditetapkannya Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO dalam Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage Committee (WHC) di Riyadh, Arab Saudi pada 18 September 2023 lalu. Tindaklanjut ini berupa pelaksanaan Dokumen Rencana Pengelolaan (Management Plan) yang disebut Satu Aksi Sumbu Filosofi: Budaya Jogja Mendunia (Si Sufi Jogja).

"Semua tahapan yang kami rancang untuk mengimplementasi Dokumen Management Plan Sumbu Filosofi Warisan Dunia ini kami namakan Si Sufi Jogja: Budaya Jogja Mendunia. Hal ini diwujudkan dengan pengelolaan kawasan terpadu berbasis pemberdayaan budaya dan ekonomi masyarakat," kata Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, belum lama ini.

Dian mengatakan, banyak hal yang harus dikondisikan sesuai dengan ketentuan dan pedoman dari pengelolaan yang sudah bertaraf internasional pasca-penetapan. Pelaksanaannya sendiri  tidak mulai dari nol.

Bahkan, Pemda DIY juga sudah melaksanakan sebagian dari isi dokumen tersebut melalui program dan kegiatan di RPJMD yang disinkronkan dengan management plan. Utamanya adalah memastikan kembali management plan yang sudah diserahkan ke UNESCO untuk tindak lanjut implementasinya.

Ia menuturkan management plan merupakan dokumen rencana pengelolaan kawasan warisan dunia yang mampu meyakinkan dan menjamin kelestarian nilai penting universal (outstanding universal value), dan menjadi kriteria penetapan warisan dunia tersebut.

Dokumen ini memuat rencana terkait mengatasi lima faktor tekanan terhadap kawasan yaitu tekanan pembangunan, lingkungan, kesiapsiagaan terhadap bencana, pariwisata dan kebudayaan yang berkelanjutan, serta pemberdayaan masyarakat sekitar.

Faktor-faktor tekanan yang nanti jelas diyakini akan muncul dari suatu penetapan Warisan Dunia ini, rancangannya sudah dimiliki oleh DIY, dan telah diterjemahkan dalam rencana pengelolaan induk dan rencana pengelolaan per atribut atau isi dari nominasi.

"Sebenarnya, masyarakat jika ingin mengetahui apa yang direncanakan pengelolaannya ke depan, bisa mengakses dan mengunduh website kami yang dikoneksikan dengan jogjaprov.go.id yaitu jogjaworldheritage.com. Di website ini sudah memuat dokumen dossier (management plan), rencana pengelolaan induk, dan rencana pengelolaan per atribut," ungkapnya.

"Sehingga tidak ada yang dirahasiakan karena semua akan menjadi pemain bersama. Jika muncul pertanyaan lalu apa setelah ditetapkan? Justru kita akan balik bertanya, apa yg bisa kita kontribusikan, lakukan dan perankan bersama? Bagaimana kita akan memanfaatkan status Warisan Dunia untuk kesejahteraan masyarakat," jelas dia.

Lebih lanjut, Dian menuturkan dibutuhkan kolaborasi bersama sesuai tahapan, sehingga sebelum berangkat sidang, pihaknya telah bertemu dengan tiga pemerintah yaitu Pemda DIY, Pemkot Yogyakarta, Pemkab Bantul, serta Keraton Yogyakarta. Sebab, keempatnya merupakan pengelola yang ada di kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta, mulai dari Tugu Pal Putih-Keraton Yogyakarta-Panggung Krapyak.  

"Ini kejar cepat, management plan dan rencana pengelolaan per atribut sudah siap yang kemudian diterjemahkan dalam indikator monitoring sudah siap. Kami tinggal bersepakat supaya jalannya setiap pihak yang harus berkontribusi itu jelas kemudian dikuatkan dalam regulasi dan legalitasnya," katanya.

Pihaknya akan menyiapkan Sekretariat Bersama (Sekber), MoU kesepakatan pengelolaan antar lima yaitu Kemdikbud Ristek, Pemda DIY, Pemkot Yogyakarta, Pemkab Bantul, Keraton Yogyakarta yang diturunkan dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS). Termasuk pembahasan tentang perencanaan dan penganggaran.

"Karena apa yang sudah kita sampaikan kepada dunia itu harus mampu kita jaga kepercayaannya dengan melaksanakan apa yang sudah dijanjikan melalui rencana pengelolaan. Hanya saja diperlukan penyesuaian terhadap tatakala waktunya, mengingat penyusunan dokumen tersebut dilakukan sebelum penetapan, dan tentu saja juga mempertimbangkan kemampuan finansial pemerintah," ujarnya.

Dari PKS tersebut, akan didetailkan ketentuan pelaksanaannya dalam rangka memudahkan kerja sembari berjalan paralel mereview kembali kelembagaan yang akan menghandle warisan dunia. Pasalnya, UPT Balai Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofi (BPKSF) selama ini sistemnya masih transisi dan belum representatif untuk mengelola warisan dunia yang level komunikasi mulai internasional, nasional hingga regional.

Sebelumnya sudah disiapkan Pokjanis Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofi, yang mana UPT BPKSF bekerjasama dengan UPT BPKC Disbud Kota Yogyakarta. Prinsipnya, kata Dian, seluruh sistem telah berjalan, hanya dengan penetapan maka difokuskan pada substansi materi warisan dunia yang paling krusial.

"Peran dan tugas menjadi lebih jelas, sehingga tidak saling melempar tugas yang semua teregulasi dan punya dasar legal hukum yang sama, sehingga semua nyaman dalam bekerja. Semua ini adalah ruang pembelajaran bersama maka sekiranya nanti ada dinamika yg terjadi, kami mohon dukungan masyarakat. Kita memang punyai niat baik untuk membawa status (warisan dunia) ini sebagai sesuatu yang bisa dimanfaatkan untuk menguatkan identitas dan kesejahteraan masyarakat DIY. Mari bersama-sama kita kerja bareng dalam kerja kebudayaan," kata Dian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement