Ahad 22 Oct 2023 04:43 WIB

Mengulik Sejarah Selokan Mataram, Upaya Penyelamatan Rakyat Yogya dari Romusha

Selokan tersebut mengairi areal pertanian seluas 15.734 hektare.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Yusuf Assidiq
Gotong Royong Pembersihan Selokan Mataram. Petani bersama petugas terkait membersihkan sampah dan rumput Selokan Mataram di Tirtomatani, Kalasan, Yogyakarta.
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Gotong Royong Pembersihan Selokan Mataram. Petani bersama petugas terkait membersihkan sampah dan rumput Selokan Mataram di Tirtomatani, Kalasan, Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Saluran irigasi Selokan Mataram yang kini ditutup untuk pekerjaan konstruksi bangunan juga perawatan cagar budaya tersebut memiliki sejarah yang luar biasa.

Kanal legendaris sepanjang 30,8 km merupakan bukti bersejarah Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dalam melindungi rakyatnya dari penjajahan Jepang.

Sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Agus Suwignyo menuturkan, kala itu Jepang menggulirkan kerja paksa Romusha untuk membangun proyek-proyek Jepang. Dengan cerdik, Ngarso Dalem mengalihkan tujuan Jepang untuk membawa rakyatnya kerja paksa ke lokasi lain dengan menawarkan proyek pembangunan saluran irigasi.

"Ngarso Dalem tidak mau dan tidak tega kalau rakyat Yogya diminta oleh Jepang bekerja seperti itu. Untuk menghindari itu ia berinisiatif membangun Selokan Mataram untuk irigasi pertanian," kata Agus kepada Republika, Jumat (20/10/2023).

Dengan menjanjikan hasil pertanian yang berlimpah, Jepang menyetujui rencana cerdik Sultan HB IX untuk membangun saluran irigasi yang menghubungkan Sungai Progo dan Sungai Opak. Bahkan Jepang mendanai proyek yang mulai dibangun pada 1944.

Rencana pembangunan saluran irigasi ini berhasil menghindarkan ribuan rakyat Yogyakarta dari kerja paksa Romusha yang dapat menyiksa dan membuat mereka mati kelaparan. Mereka pun mengerjakan proyek ini secara sukarela.

Yang menarik, menurut Agus, dalam proyek pembangunan kanal ini, Sultan HB IX dan Paku Alam VIII juga secara langsung memantau ke lapangan untuk melindungi rakyat yang bekerja.

"Ketika penduduk bekerja beliau berdua hadir sampai setiap hari. Ada koran saat itu yang membahas mengenai hal ini," jelas Agus.

Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY mencatat Selokan Mataram pernah dinamakan Gunsei Hasuiro atau Yosuiro oleh Jepang yang berarti irigasi pertanian. Selokan yang sudah difungsikan 79 tahun ini dibiayai Jepang seharga 1,6 juta Gulden, melibatkan lebih dari 1,2 juta buruh yang diupah dan 68 ribu pekerja sukarela.

Dikutip dari laman Pemprov DI Yogyakarta disebutkan, kontur tanah di DIY untuk pertanian sangat tergantung sungai dan hujan, sementara sungai-sungai di DIY merupakan daerah aliran lahar Gunung Merapi umumnya sungai-sungai dalam sehingga untuk menjadi irigasi utama harus dibendung. Banyak bendungan di DIY untuk mengangkat dan mengalirkan air untuk mengairi persawahan.

Selokan Mataram dibuat seperti itu dengan melibatkan teknisi berpengalaman tidak hanya panjang kanal tetapi juga berkaitan dengan kontur dari setiap wilayah karena sedari awal hingga ujung tantangan cukup berat mewujudkan kanal ini hingga menjadi sangat fungsional.

Selokan tersebut mengairi areal pertanian seluas 15.734 ha. Hingga saat ini, Selokan Mataram masih menjadi saluran irigasi yang penting di Yogyakarta untuk pertanian dan budi daya perikanan.

Kendati begitu, Agus berharap jika kanal legendaris ini bisa dijadikan tempat wisata, mengingat sejarahnya yang mengagumkan. Ia menyarankan agar dibentuk jembatan melengkung dan menjadikan sungai tersebut wisata air dengan perahu kano.

"Kita bisa mencontoh jembatan melengkung yang dibuat oleh Belanda agar bisa dilewati perahu kano. Ini akan menarik sekali untuk wisata air, apalagi memiliki nilai sejarah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement