REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Rumah Sakit Kardiologi hibah dari Uni Emirat Arab (UEA) resmi dilakukan peletakan batu pertama di kawasan Solo Technopark (STP) Solo, Senin (27/11/2023). Pembangunan tersebut menjadi salah satu simbol hubungan bilateral UEA dan Indonesia.
Acara seremonial ini dihadiri Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Dubes UEA Abdulla Salem Al Dhaheri, serta Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana. Dalam acara tersebut wali kota Solo absen dan diwakili wakilnya Teguh Prakosa.
"Kehormatan bagi kami dapat berada di sini untuk menyaksikan seremoni peletakan batu pertama rumah sakit terspesialisasi kardiologi. Namun itu tidak hanya perayaan peletakan batu pertama namun lebih seperti perayaan hubungan bilateral antara Indonesia dengan UEA yang telah terjalin selama ini," kata Abdulla, Senin (27/11/2023).
Ia berharap rumah sakit ini akan terus tumbuh dan berkembang di tahun depan dan mendatang. Dirinya mengucapkan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah bekerja sama mengembang sektor kesehatan.
"Saya juga ingin mengucapkan apresiasi atas dukungan yang kami terima dari kedua pemimpin, baik Sheikh Mohammed bin Zayed selaku Presiden UEA dan Joko Widodo selaku Presiden Indonesia yang telah bekerja sama dan mengembangkan berbagai sektor termasuk sektor kesehatan," ungkapnya.
"Fasilitas canggih ini merupakan satu lagi bukti jelas bagi yang kuat dalam hubungan antara UEA dan Indonesia," kata dia.
Diungkapkan pembangunan RS direncanakan selesai pada Oktober 2024 mendatang. Beberapa fasilitas penunjang disiapkan untuk menunjang pelayanan kesehatan.
"Rumah sakit tersebut dijadwalkan selesai pada Oktober 2024. lni nanti juga ada fasilitas komprehensif untuk fisioterapi pacu dan kebugaran, terapi nutrisi, terapi kesehatan emosional, dan pusat kebugaran terbuka akan melengkapinya," jelasnya.
Sementara itu, Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pembangunan rumah sakit menjadi penting karena di Indonesia masih kurang untuk penyakit jantung dan stroke. Di mana banyak kematian di Indonesia lantaran penyakit tersebut.
"Kenapa jantung, kardiovaskular itu bisa jantung, bisa stroke, karena penyakit ini kematian paling tinggi di Indonesia. Yang dicatat aja 650 ribu yang meninggal setahun," kata Budi.
"Dan kita masih kekurangan fasilitas untuk menangani jantung dan stroke. Jantung stroke ini bila ditangani kurang dari empat jam maka 90 persen kata sembuh, tapi karena fasilitas kurang jadi telat, lewat dari empat jam turun," ungkapnya.