REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Sleman menyebut kasus kekerasan yang terhadap perempuan dan anak masih cukup tinggi.
Peningkatan ini terlihat sejak di 2020 yang angkanya terus di atas 300 kasus. Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana DP3AP2KB Sleman, Dwi Wiharyanti mengatakan, pada 2020 tercatat ada 418 kasus kekerasan pada perempuan dan anak.
Pada 2021, pihaknya mencatat 360 kasus kekerasan pada perempuan dan anak. Adapun pada 2022 kasus kekerasan di Sleman ini mencapai 412 kasus.
Di 2023 hingga Oktober, sudah tercatat 340 kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Sleman. "Sampai Oktober 2023, kekerasan pada perempuan di Sleman yang dilaporkan ada 168 kasus, sedangkan kekerasan pada anak dilaporkan 172 kasus," kata Wiharyanti kepada Republika, Senin (28/11/2023).
Wiharyanti menuturkan, seluruh angka tersebut merupakan kasus yang dilaporkan ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) DP3AP2KB Sleman. Dimungkinkan masih ada kasus-kasus kekerasan pada perempuan dan anak ini yang belum dilaporkan.
Dengan begitu, dimungkinkan kasus yang terjadi masih di atas angka tersebut. "Kalau kekerasan di Sleman yang lapor ke UPTD PPA tentang perlindungan perempuan dan anak memang terus bertambah. Mungkin karena dulu belum ada UPTD jadi malah tidak terdeteksi, jadi kalau naik atau tidaknya belum ada signifikansi karena mungkin kemarin itu belum pada lapor. Sekarang karena sudah ada UPTD PPA, banyak dilaporkan kekerasan terhadap perempuan dan anak," ujarnya.
Wiharyanti menuturkan, sebagian besar kasus kekerasan pada perempuan dan anak yang dilaporkan yakni yang terjadi di lingkungan terdekat. Dalam artian, banyak yang terjadi di lingkungan keluarga. "Yang terlapor ya yang seperti itu (terjadi di lingkungan keluarga)," jelasnya.
Meski begitu, bukan berarti kekerasan terhadap perempuan dan anak ini juga tidak terjadi di luar lingkungan keluarga. Wiharyanti menuturkan ada beberapa kasus kekerasan yang dilaporkan juga terjadi di luar lingkungan keluarga, meski laporannya tidak sebanyak yang terjadi di dalam keluarga.
"Ada juga pekerja di suatu tempat sama bosnya dijual, itu yang diluar keluarga, sudah ke arah prostitusi," kata Wiharyanti. Untuk itu, Wiharyanti menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan ini harus menjadi perhatian bersama untuk ditekan.
Hal ini mengingat kasus kekerasan terhadap kelompok rentan ini masih banyak terjadi di DIY, khususnya di Sleman. "Artinya anak di lingkungan keluarga itu harusnya aman, tetapi ternyata tidak aman juga. Ini harus kita atasi bersama," ungkap dia.
Diberitakan sebelumnya, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di DIY terus diupayakan untuk ditekan. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY menyebut kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih cukup tinggi di DIY.
Meski, disebutkan pada 2023 ini kasus yang tercatat belum di atas kasus yang terjadi di 2022. Kepala DP3AP2 DIY, Erlina Hidayati Sumardi mengatakan, di 2022 tercatat sebanyak 1.282 kasus.
"Saat ini masih landai-landai saja, di 2022 ada 1.282 kasus. Di 2023 sampai November ini saya belum lihat datanya, tapi masih dalam batas artinya tidak lebih dari tahun 2022," kata Erlina.
Erlina menuturkan pihaknya serius menekan dan menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di DIY. Termasuk kekerasan di lingkungan sekolah, di mana sekolah-sekolah di DIY dijadikan sekolah ramah anak.