Rabu 29 Nov 2023 16:26 WIB

Menjaga Ekosistem Gunung Arjuno dari Kerusakan yang Bisa Picu Bencana

Penting mengedukasi masyarakat untuk tidak menanam sayuran di hutan lindung.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Gunung Arjuno, Jawa Timur (Jatim), Kamis (5/11).
Foto: Istimewa
Gunung Arjuno, Jawa Timur (Jatim), Kamis (5/11).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Malang Raya dikenal memiliki kelebihan alam yang cukup besar di wilayah Jawa Timur (Jatim). Hal ini termasuk keberadaan hulu Kali Brantas dan hutan-hutan lindung yang berada di Gunung Arjuno.

Ketua Protection of Forest & Fauna (ProFauna) Indonesia, Rosek Nursahid, menilai wilayah Malang termasuk penting bagi lembaganya. Sebab, wilayah ini memiliki banyak hutan termasuk di area Gunung Arjuno.

"Namun kondisi eksisting-nya menyakitkan, hutan lindung tidak bisa disebut hutan lindung," kata Rosek dalam kegiatan 'Bincang Alam: Merawat Arjuno, Mencegah Bencana' yang dilaksanakan Terakota di Kota Malang.

Hutan lindung pada dasarnya memiliki fungsi berbeda dengan hutan konservasi. Hutan lindung berfungsi untuk menyediakan sumber air dan melindungi manusia dari bencana alam seperti banjir atau tanah longsor.

Sementara itu, hutan konservasi lebih pada perlindungan spesies berupa flora atau fauna tertentu. Jika warga melihat dan berkeliling ke hutan lindung di Malang Raya, maka mereka akan menemukan kondisi nyata yang tidak terduga.

Meskipun statusnya hutan lindung, area tersebut lebih banyak didominasi tanaman sayuran. Padahal hutan lindung harus ditumbuhi tanaman pohon yang mampu menahan air di tanah.

Menurut Rosek, kondisi ini menjadi pekerjaan tersendiri baginya tentang bagaimana mengedukasi masyarakat untuk tidak menanam sayuran di hutan lindung. Warga di area Pujon, Kabupaten Malang misalnya telah melakukan kebiasaan tersebut sejak 30 tahun.

"Sulit mau untuk ubah itu," jelasnya.  Rosek lantas mengingatkan bagaimana Kota Batu diterjang banjir bandang pada November 2021 silam.

Kejadian ini tidak hanya menyebabkan kerusakan sarana prasarana, tetapi korban meninggal dunia juga. Situasi ini nyatanya telah menyentuh hati masyarakat terutama para petani di hutan lindung.

Rosek dan rekan-rekan di ProFauna Indonesia pun mulai diterima oleh masyarakat petani di Bumiaji, Kota Batu. Masyarakat meminta pendampingan kepada ProFauna tentang bagaimana bertani tanpa harus merusak alam terutama hutan lindung.

Akhirnya, mereka berkenan melakukan program ProFauna Indonesia untuk mengalihkan penanaman sayur menjadi buah-buahan seperti alpukat, kopi, dan lain-lain.

Rosek mencontohkan salah satu petani yang berhasil menyekolahkan anaknya hingga S-1 berkat usaha kopi Arjuno. "Satu tahun panen 30 juta rupiah. Sejelek-jeleknya 15 juta rupiah," jelasnya.

Menurut Rosek, perawatan pohon kopi terbilang minim dibandingkan sayur. Pohon ini hanya perlu pupuk kandang dan usia tanamannya juga cukup panjang. Ditambah lagi, komoditas kopi saat ini terus menanjak di kalangan masyarakat.

"Komoditas ini sangat menanjak dan mampu menjaga hutan sedangkan tanaman sayur tidak bisa mengikat tanah dan panennya tiga bulan sekali serta mudah tergerus hujan," kata dia menambahkan.

Pada kesempatan sama, Pemimpin Redaksi Terakota, Eko Widianto mengungkapkan, bencana banjir di Malang Raya dilatarbelakangi bukan hanya krisis iklim yang menimbulkan cuaca ekstrem tetapi juga fenomena alih fungsi lahan.

Kota Malang misalnya dahulu memiliki ruang terbuka hijau (RTH) dan hutan kota yang berfungsi untuk menampung air. Saat ini wilayah tersebut diketahui telah menjadi pemukiman dan hotel.

Eko sendiri tidak menampik, Pemkot Malang sudah memulai program drainase secara besar-besaran.  Dia tidak meyakini program ini dapat menjawab persoalan mengingat RTH tidak bertambah. Namun belakangan, Pemkot Malang berjanji akan menyediakan RTH di beberapa titik.

Adapun kasus banjir di Kota Batu pada dua tahun silam, Eko mengungkapkan temuan penting dari WALHI. Lembaga tersebut menemukan adanya alih fungsi lahan hutan menjadi area tanaman sayuran.

Hal ini pun menjadi refleksi tersendiri bagi masyarakat dan petani yang mana mereka kini mulai mengubah pola tanaman dari sayuran ke pohon kopi. Sebelum kejadian banjir, kata Eko, sebenarnya sudah ada petani yang lebih dahulu menanam pohon kopi.

Mereka diinformasikan berhasil panen dengan hasil memuaskan. Mengingat semakin banyak petani yang melakukan pola tanam serupa, dia berharap ini dapat membantu menjaga alam di Malang Raya terutama Gunung Arjuno sebagai lokasi hulu Kali Brantas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement