REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta, Al Makin mengatakan, ada batasan yang jelas antara pendidikan politik dan kampanye. Hal ini disampaikan Al Makin setelah adanya pelarangan terkait kegiatan Festival Keadilan yang digelar di kampus tersebut.
"Kampus adalah lembaga pendidikan, itu tugas utamanya, bukan tempat untuk rivalitas politik secara vulgar, apalagi memecah belah," kata Al Makin kepada Republika, Kamis (14/12/2023).
Al Makin menegaskan kampus harus tetap menjadi tempat nyaman, aman, dingin, dan jernih bagi semua golongan. Kampus, katanya, bukan milik salah satu partai saja, atau calon eksekutif tertentu.
"Kampus harus adil, mendidik, dan membuat semua merasa diayomi," katanya.
"Kampus memang berbeda dengan fasilitas umum, seperti lapangan umum, gedung-gedung biasa, dan jalan-jalan tempat pemasangan baliho para calon kontestan. Kampus seperti tempat ibadah. Tidak bercampurnya agama dan politik, begitu juga batasan yang jelas antara pendidikan politik dan kampanye semata," kata Al Makin menjelaskan.
Dikatakan Al Makin bahwa ada beberapa peraturan yang harus dipertimbangkan dalam melihat kampus-kampus di Indonesia saat ini, terutama pada masa tahapan pemilu 2024. Ia menyebut rata-rata kampus besar di Indonesia merupakan kampus negeri.
"Jika kampusnya negeri, berarti hampir semua civitas akademikanya adalah ASN, baik PNS atau bukan. Singkatnya, dosen dan pegawai kampus adalah pegawai negeri," katanya.
Lebih lanjut dikatakan Al Makin bahwa mahasiswa S1 atau S2 yang belum bekerja masih netral. Namun, sebagian mahasiswa S2 dan S3 juga merupakan ASN.
Bisa jadi, katanya, mereka sudah menjadi guru, pegawai, atau dosen yang sedang melanjutkan kembali program master atau doktor. Maka itu, dosen dan pegawai di kampus-kampus negeri di bawah kendali aturan ASN.
"Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 2014, ASN harus netral dan tidak boleh menjadi bagian dari partai politik, kepengurusan, ataupun kegiatan kepartaian. ASN tidak boleh menunjukkan kecenderungan politiknya di publik," ungkap dia.
Pelarangan kegiatan Festival Keadilan tersebut dikarenakan dinilai sebagai acara politik praktis. Pihak kampus menegaskan kegiatan yang berbau politik praktis ini tidak diperbolehkan digelar di lingkungan kampus.
"Kalau acara politik praktis menang tidak boleh di kampus," kata Humas UIN Suka Yogyakarta, Weni Hidayati.
Selain itu, izin yang disampaikan panitia kepada pihak kampus yakni ke bagian Pusat Pengembangan Bisnis (PBB) UIN Suka Yogyakarta juga tidak sesuai dengan acara yang akan digelar.
Dalam surat izin yang disampaikan, dikatakan akan digelar kegiatan Festival Gerakan Bersama KH Zawawi Imron. Dalam surat izin itu juga diajukan permohonan peminjaman untuk menggunakan GOR Tenis UIN Suka Yogyakarta sebagai lokasi digelarnya kegiatan pada 9-10 Desember 2023.
Namun, pada pamflet acara yang beredar, tidak menyebutkan kegiatan Festival Gerakan Bersama KH Zawawi Imron. Weni menyebut, pada pamflet acara justru bertajuk Festival Keadilan.
Dalam pamfletnya, Festival Keadilan mendatangkan sejumlah aktivis hingga intelektual selain KH Zawawi Imron. Seperti Rocky Gerung, Haris Azhar, Fatia Maulidiyanti, Asfinawati, Eko Prasetyo. Muh Isnur, hingga Dimas Arya Saputra, dan beberapa pengisi lainnya.
"Yang jelas setahu saya, izinnya untuk dialog budaya, tapi pamfletnya untuk acara politik," kata Weni.
Karena pengajuan dalam surat izin penggunaan GOR Tenis UIN Suka Yogyakarta untuk acara tersebut tidak sesuai dengan pamflet acara, rektor UIN Suka Yogyakarta meminta agar izin penggunaan lokasi itu dicabut.
Akhirnya, acara Festival Keadilan ini dipindahkan ke lokasi lain di luar lingkungan kampus. "Rektor baca pamfletnya lalu menyuruh PPB cabut izin pakainya," katanya menjelaskan.
Sementara itu, dari pihak panitia penyelenggara Festival Keadilan menyebut sudah berkomunikasi dengan pihak kampus terkait dengan akan digelarnya kegiatan tersebut.
"Kami dari tim panitia sudah berkomunikasi dengan Warek (Wakil Rektor) III yang menaungi bidang kemahasiswaan," kata salah satu panitia, Abil, kepada Republika saat dikonfirmasi, Rabu (13/12/2023) malam.
Abil menyebut pihaknya telah mengajukan surat permohonan ke kampus melalui Pusat Pengembangan Bisnis (PBB) UIN Suka Yogyakarta untuk menggunakan GOR Tenis UIN Suka Yogyakarta sebagai lokasi dilaksanakannya Festival Keadilan.
Bahkan, katanya, dari kampus juga sudah memberikan lampu hijau untuk digelarnya kegiatan tersebut di lingkungan kampus. Namun, pihaknya kecewa ketika rektor UIN Suka Yogyakarta tiba-tiba meminta izin penggunaan GOR dicabut menjelang kegiatan digelar.
"Kamis (7/12/2023) sudah keluar izinnya (untuk menggunakan GOR di UIN Suka), katanya udah bisa dipakai. Tapi Jumat (8/12/2023) malam diinformasikan pelarangan itu," kata Abil menjelaskan.
Abil menuturkan, pelarangan dikeluarkan pihak kampus dengan alasan bahwa kegiatan yang dilakukan 'berbau' politik. Karena pelarangan tersebut, pihaknya harus memindahkan acara ke lokasi lain yakni ke Bento Kopi Godean.
"Larangan acara itu di UIN dengan dalih tidak boleh menggelar acara politik di kampus. Agenda itu dilakukan bertujuan menyampaikan kebenaran dan kebaikan, bukan kebohongan apalagi kejahatan. Niat yang baik disampaikan secara baik sesuai prosedur, ternyata tidak disambut baik oleh rektor UIN Sunan Kalijaga," ujarnya.