Oleh : Prof Ema Utami (Wakil Direktur Program Pascasarjana Universitas Amikom Yogyakarta)
REPUBLIKA.CO.ID, Suasana politik di Indonesia memasuki pekan ke-4 di bulan Januari 2024 semakin terasa hiruk pikuknya. Berbagai upaya untuk memperkenalkan peserta pemilihan umum (pemilu), baik calon presiden, calon wakil presiden, maupun calon anggota dewan semakin mudah dijumpai di ruang-ruang luring maupun daring. Papan reklame, spanduk, rotek, atau umbul-umbul bergambar wajah-wajah seseorang dan lambang partai bertebaran di ruang publik. Sentuhan penggunaan kemajuan teknologi juga sangat terasa dalam kampanye pemilu serentak di tahun 2024 ini.
Kreativitas untuk bagaimana dapat menarik perhatian dengan memanfaatkan berbagai bentuk kemajuan teknologi menjadi tontonan menarik tersendiri.
Penggunaan AI merupakan salah satu yang mencolok terjadi pada pemilu tahun ini. Ilustrasi berbasis Artificial Intelligence (AI) dari salah satu peserta pemilu cukup mudah ditemui di ruang publik, baik luring maupun daring. Demikian pula dengan berbagai video hasil olahan AI juga berseliweran di media sosial. Penggunaan media sosial mulai dari Instagram, Facebook, X, dan TikTok untuk memperluas jangkauan kampanye tampak dimanfaatkan secara optimal pada pemilu tahun ini.
Tidak dimungkiri bahwa selain banyak sisi positif yang bisa didapatkan dari berbagai bentuk penggunaan kemajuan teknologi tersebut terdapat ikutan negatif yang harus menjadi perhatian tersendiri. Bias AI yang sudah cukup sering menjadi tulisan dalam kolom Lentera ini merupakan salah satu sisi negatif yang bisa dijumpai. Bias AI yang terjadi baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, bisa dijumpai pada konten-konten yang berkaitan dengan pemilu 2024 ini. Hal ini tentu harus menjadi perhatian tersendiri karena dapat menimbulkan dampak yang merugikan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Etika merupakan bagian penting yang tidak bisa dilepaskan dalam pengembangan AI dalam meminimalkan terjadinya bias. Namun demikian di masa politik dengan adanya pragmatisme tidak menutup kemungkinan malah menjadikan bias sebagai tunggangan untuk mencapai tujuan. Adanya bias AI yang dimanfaatkan untuk mengaburkan informasi dengan tujuan tertentu sudah dapat dijumpai pada konten-konten berkaitan pemilu 2024 ini. Cepatnya penyebaran informasi dan luasnya jangkauan Internet yang sudah mencapai pelosok daerah di Indonesia namun di sisi lain kurangnya pemahaman atas bias AI tentu harus menjadi perhatian serius tersendiri.
Urgensi edukasi ke semua lapisan masyarakat terhadap masalah bias ini tentu menjadi sebuah keharusan dan menjadi tanggung jawab bersama semua pihak, khususnya bidang pendidikan. Konter terhadap pemanfaatan bias AI harus terus dilakukan seiring dengan kegiatan sosialisasi, edukasi, dan diskusi tentang hal ini.
Untuk itu peran dari masyarakat khususnya mereka yang memahami berbagai dampak perkembangan teknologi khususnya AI sangat dibutuhkan. Dan jangan sampai karena pragmatis malah menjadi bagian yang memanfaatkan adanya bias AI tersebut.
Pemilu merupakan investasi bagi bangsa dan negara, baik yang dipastikan memiliki dampak jangka pendek maupun jangka panjang kepada semua lapisan masyarakat. Memilah dan memilih rencana program yang ditawarkan dan melihat rekam jejak menjadi salah satu ikhtiar yang bisa dilakukan. Di tangan para pemilih, arah dan jalan bangsa dan negara ini kedepan ditentukan. Ayat 41-42 Surat Ar-Rum yang sebagian dikutip oleh dua calon wakil presiden dalam debat pada hari Ahad (21/01/2024) yang lalu tentu harus menjadi pengingat bersama.
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” Wallahu a’lam.