Oleh : Prof Ema Utami (Wakil Direktur Program Pascasarjana Universitas Amikom Yogyakarta)
REPUBLIKA.CO.ID, Kisah lima pemuda Indonesia yang menemui Presiden Israel beberapa waktu yang lalu menjadi buah bibir pemberitaan di berbagai media. Tanggapan negatif dari berbagai lapisan masyarakat terekam jelas dalam berbagai pemberitaan media atas kunjungan kelima orang pemuda tersebut.
Tersebarnya foto kelima pemuda dengan Presiden Israel, Isaac Herzog menuai kecaman di berbagai media sosial. Tidak dimungkiri bahwa di tengah kecaman dari berbagai pihak dan negara terhadap Israel atas kejahatan perang yang dilakukan maka terjadinya pertemuan tersebut menjadi sangat tidak layak untuk dilakukan. Tindakan kelima pemuda ini banyak disebut tidak memiliki hati nurani dan melukai perasaan mayoritas rakyat Indonesia, serta mungkin rakyat Palestina.
Tentu hanya kelima pemuda tersebut yang mengetahui maksud dan tujuan atas kunjungan menemui Presiden Israel di tengah berkecamuknya perang. Berbagai alasan dapat disampaikan sebagai dalih atas kunjungan tersebut. Namun demikian, apapun yang disampaikan tentu tidaklah mudah bagi seorang presiden di tengah sorotan dunia atas perilaku negaranya selama perang untuk meluangkan waktu dan bertemu dengan sekelompok orang jika tidak memberikan keuntungan.
Seperti halnya bagi dosen dan mahasiswa saat merencanakan penelitian dalam sebuah proposal dipastikan memiliki maksud dan tujuan yang hendak dicapai. Dalam setiap tujuan yang direncanakan tersebut merupakan hasil pengembangan dari latar belakang yang disertai dengan pustaka pendukung yang kuat.
Salah satu dari lima pemuda tersebut adalah seorang dosen yang pasti juga akrab dengan alur penelitian. Apa dan bagaimana metode yang digunakan dalam mencapai tujuan tentu juga sudah dipelajari dan dipilih. Demikian pula dengan berbagai alat dan bahan pendukung penelitian yang dibutuhkan tentu harus juga dituliskan dengan detail.
Perencanaan anggaran biaya yang mungkin dikeluarkan juga harus dipersiapkan dengan baik. Seluruh perencanaan tersebut dimaksudkan agar tujuan dari penelitian dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Hasil sebuah penelitian tentu memiliki luaran yang dapat terlihat atau diamati secara langsung. Demikian pula yang dapat menjadi pemicu untuk menghasilkan luaran yang lainnya atau menghasilkan efek samping dari hasil luaran.
Berbagai kalkulasi luaran tersebut tentu saja para peneliti yang lebih mengetahui dengan pasti. Jika dibutuhkan pendanaan maka penyampaian argumentasi bahwa penelitian yang dilakukan dapat memberikan efek positif kepada pendonor tentu harus kuat dan masuk akal.
Kejujuran akademik menjadi salah satu unsur penting dalam penelitian termasuk di dalamnya tujuan, luaran dan efek yang mungkin ditimbulkannya. Beberapa waktu yang lalu sebuah grafik yang menyebutkan ranking ketidakjujuran akademik dari berbagai negara juga menjadi pembicaraan di media sosial. Indonesia yang menurut infografis tersebut menduduki peringkat kedua tentu perlu menjadi perhatian serius. Terlepas dari akurasi pembuatan infografis yang dilakukan, peletakan sebagai negara dengan ketidakjujuran akademik peringkat kedua tentu harus menjadi introspeksi bersama.
Infografis dan perjalanan lima pemuda Indonesia di atas harus menjadi pelajaran bersama, khususnya civitas akademik. Bahwa pencapaian sebuah tujuan tidak terlepas dari proses panjang yang di dalamnya harus menjunjung tinggi berbagai norma, termasuk kejujuran. Kisah kelima pemuda Indonesia tersebut menjadi berbanding terbalik dengan kisah masyhur yang mengisahkan keteladanan para pemuda Ashabul Kahfi dalam menghadapi raja yang zalim pada waktu itu.
Sebuah kisah yang penuh hikmah tersebut diabadikan dalam surat Al Kahfi ayat 10, “(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)". Wallahu a’lam.