Jumat 23 Aug 2024 16:23 WIB

ARTJOG 2024 Suguhkan Pertunjukan 'Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan'

Pertunjukan ini merupakan hasil interpretasi maestro tari Didik Nini Thowok.

Rep: Muhammad Agustian Reviyolanda/Alfiro Putra Ramadhani/ Red: Fernan Rahadi
Pertunjukan seni interpretatif bertajuk Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan di ARTJOG 2024, Jumat (23/8/2024).
Foto: Muhammad Agustian Reviyolanda
Pertunjukan seni interpretatif bertajuk Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan di ARTJOG 2024, Jumat (23/8/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- ARTJOG, festival seni rupa kontemporer tahunan yang selalu dinantikan, kembali digelar dengan mengusung tema "Motif: Ramalan." Tahun ini, ARTJOG tidak hanya menghadirkan pameran seni rupa, tetapi juga program performa melalui kolaborasi dengan Bakti Budaya Djarum Foundation. Salah satu sajian istimewa yang dipersembahkan adalah pertunjukan seni interpretatif bertajuk "Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan, Jumat (23/8/2024)

Pertunjukan ini merupakan hasil interpretasi maestro tari Didik Nini Thowok atas karya sastra dari buku tafsir dan terjemahan Serat Centhini yang dilakukan oleh Elizabeth D. Inandiak. Buku yang diterbitkan pada tahun 2002 ini memaparkan kisah spiritual di dalam Serat Centhini dengan sudut pandang kontemporer, membawa penonton kembali pada percakapan sakral antara tokoh Amongraga dan Tambangraras.

Dalam kolaborasi yang melibatkan beberapa seniman ternama ini, Didik Nini Thowok tidak hanya tampil sebagai penari utama, tetapi juga menyutradarai pertunjukan yang menggabungkan seni tari, wayang golek, dan musik.

"Saya merasa terhormat bisa menginterpretasikan karya sebesar ini. Menggabungkan elemen-elemen seni tradisional seperti wayang golek dengan tari kontemporer adalah tantangan sekaligus kebanggaan tersendiri. Kisah Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan membawa kita pada perenungan mendalam tentang spiritualitas, dan saya berharap penonton bisa merasakan kedalaman tersebut dalam pertunjukan ini," ungkap Didik Nini Thowok.

Elizabeth D. Inandiak, yang turut berperan sebagai narator dalam pertunjukan ini, menjelaskan bahwa karyanya merupakan upaya untuk merawat dan menghidupkan kembali nilai-nilai luhur dalam sastra Jawa. "Kisah Amongraga dan Tambangraras bukan hanya soal cinta, tetapi juga tentang perjalanan spiritual yang sangat relevan dengan kehidupan modern. Melalui tafsir dan terjemahan yang saya lakukan, saya ingin mengajak penonton untuk memaknai kembali warisan budaya kita dengan cara yang baru," tutur Elizabeth.

Pertunjukan yang diselenggarakan di Jogja National Museum ini juga didukung oleh komposer Anon Suneko, yang menciptakan musik pengiring khusus untuk acara ini, serta performer Sarah Diorita, yang melengkapi interpretasi melalui gerak ekspresif.

Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, menyatakan kebanggaannya dapat kembali mendukung ARTJOG dalam mengembangkan ekosistem seni di Indonesia. "Program performa ARTJOG x Bakti Budaya Djarum Foundation ini kami harapkan dapat menjadi wadah bagi seniman-seniman muda untuk terus berkarya dan memperkaya khazanah budaya kita. Pertunjukan malam ini adalah salah satu bukti bagaimana seni tradisional dapat dihidupkan kembali dan relevan dalam konteks kontemporer," ujarnya.

Sementara itu, CEO dan Founder ARTJOG, Heri Pemad, menyampaikan apresiasinya terhadap dukungan berkelanjutan dari Bakti Budaya Djarum Foundation. "Kolaborasi ini memperkuat landasan kita bahwa memajukan seni dan budaya adalah tanggung jawab bersama. Dukungan ini juga memberikan semangat baru bagi para seniman di tengah keterbatasan yang ada," kata Heri Pemad.

ARTJOG 2024 tidak hanya menjadi ajang bagi para seniman rupa, tetapi juga panggung bagi seniman panggung untuk menampilkan karya-karya mereka. Melalui program ini, para pengunjung diajak untuk berinteraksi langsung dengan para seniman, memahami proses kreatif, dan melihat bagaimana tradisi dan modernitas dapat berpadu secara harmonis.

Pertunjukan "Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan" tidak hanya memperlihatkan kekayaan warisan budaya Jawa, tetapi juga menjadi refleksi spiritual yang mendalam bagi para penonton. Dengan pendekatan interpretatif dan kontemplatif, kisah ini dihidupkan kembali dalam bentuk yang sangat visual dan penuh makna, mengajak setiap penonton untuk menengok kembali kebijaksanaan dari masa lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement