Jumat 13 Sep 2024 13:55 WIB

Jalani Sidang Perdana, Dirut Taru Martani tak Ajukan Eksepsi

Persidangan ditunda selama satu pekan ke depan.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)
Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Terdakwa dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan operasional PT Taru Martani tahun 2022-2023, Nur Achmad Affandi menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, Kamis (12/9/2024). 

Terdakwa diduga melakukan tindak pidana korupsi saat menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Taru Martani, yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 18,7 miliar. 

Usai surat dakwaan dibacakan jaksa penuntut umum, terdakwa mengatakan tidak akan mengajukan keberatan atau eksepsi. “Terdakwa maupun penasehat Hukumnya tidak mengajukan keberatan atau eksepsi atas surat dakwaan tersebut,” kata Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY, Herwatan, Jumat (13/9/2024). 

Dikarenakan tidak mengajukan eksepsi, persidangan pun ditunda selama satu pekan ke depan. Herwatan menuturkan, agenda sidang selanjutnya yakni mendengarkan keterangan saksi yang akan dihadirkan penuntut umum.

Herwatan pun menjelaskan posisi kasus dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Nur Achmad Affandi yang dilakukan pada 2022 hingga Mei 2023. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum, terdakwa selaku dirut telah melakukan investasi melalui perdagangan berjangka komoditi berupa kontrak berjangka emas (emas derivatif) dengan PT Midtou Aryacom Futures selaku perusahaan pialang. 

“Yang mana sumber dananya (investasi) berasal dari PT Taru Martani tanpa melalui persetujuan RUPS,” ucap Herwatan. 

Dijelaskan, pembukaan rekening untuk investasi pada PT Midtou Aryacom Futures dapat dilakukan oleh perusahaan dengan syarat surat persetujuan dari pemegang saham dan surat kuasa pejabat yang dikuasakan untuk mewakili perusahaan. Namun, terdakwa justru melakukan pembukaan rekening pada PT Midtou Aryacom Futures dengan deposit awal sebesar 10 ribu dolar AS yang berasal dari dana pribadi terdakwa. 

Untuk memenuhi target, lanjutnya, terdakwa melakukan pembukaan rekening kembali dengan deposit awal sebesar Rp 10 miliar. Namun, sumber dana tersebut justru berasal dari uang kas PT Taru Martani. 

“Namun akun tetap atas nama pribadi terdakwa,” jelasnya. 

Bahkan, terdakwa Nur Achmad Affandi yang waktu itu menjabat sebagai dirut memerintahkan Kepala Divisi Keuangan PT Taru Martani untuk mentransfer dana dari rekening PT Taru Martani ke rekening PT Midtou Aryacom Futures dalam rangka kerja sama investasi. Data tersebut ditransfer secara bertahap hingga jumlahnya mencapai Rp 18,7 miliar.

“(Namun dalam) Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan PT Taru Martani Tahun Buku 2022 yang ditetapkan dalam RUPS dan dituangkan dalam Berita Acara RUPS PT Taru Martani, tidak terdapat rencana investasi trading. Perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 18,7 miliar,” ungkap Herwatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement