REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bantul masih cukup tinggi. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul mencatat kasus perempuan dan anak mencapai 160 kasus hingga November 2024 ini.
“Kasus kekerasan di Bantul ada 160 kasus. Rinciannya, 86 kasus kekerasan perempuan, dan 74 kasus kekerasan terhadap anak. Masih cukup banyak, ini PR kita bersama,” kata Sekretaris Daerah Kabupaten Bantul, Agus Budi Raharja, Jumat (22/11/2024).
Agus menyebut, masih banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini menjadi peringatan bagi semua pihak. Terlebih, perempuan dan anak merupakan kelompok rawan terhadap berbagai bentuk kekerasan.
Bahkan Agus berkata, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini merupakan fenomena gunung es. Sebab, masih banyak kasus-kasus yang belum terlaporkan maupun terdeteksi.
“Ini seperti fenomena gunung es, di bawah pasti masih banyak. Maksudnya, yang tidak tercatat pasti jauh lebih banyak karena masih banyak yang menganggap tidak perlu melapor ketika mendapat kekerasan, malu melapor, atau menganggap kekerasan itu biasa,” jelas Agus.
Dikatakan Agus, kekerasan terhadap perempuan dan anak selama terus mendapat perhatian khusus dari Pemkab Bantul mengingat perempuan dan anak masih masuk dalam golongan rawan. Meski kesetaraan mulai santer digaungkan, katanya, masih banyak perempuan yang tertindas maupun terpinggirkan. Begitu pula dengan kasus kekerasan terhadap anak, yang mana dampaknya tidak hanya kerugian fisik, tapi juga psikis.
“Bayangkan dampak traumatik seperti apa yang dialami oleh anak-anak yang mendapat kekerasan, traumanya bisa berkelanjutan. Padahal, mereka ini generasi penerus bangsa. Masa depan bangsa ada di tangan mereka,” ungkap Agus.
Kepala DP3AP2KB Kabupaten Bantul, Ninik Istitarini berharap masyarakat lebih aktif dalam rangka mencegah potensi kekerasan. Sebab, katanya, upaya dalam mencegah dan menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak memang tidak mudah.
Untuk itu, Ninik menekankan butuh sinergi dan kolaborasi dari semua pihak. Tanggung jawab ini, katanya, tidak hanya ada pada DP3AP2KB atau Satuan Tugas Perlindungan Perempuan dan Anak (Satgas PPA) semata, namun seluruh elemen masyarakat.
“Kami juga kembali menggiatkan kampanye Sapa 129. Ini merupakan layanan pelaporan yang bertujuan untuk memberikan layanan pengaduan, penjangkauan, pengelolaan kasus, akses penampungan sementara, dan mediasi pendampingan korban,” kata Ninik.