Senin 13 Jan 2025 14:40 WIB

Bongkar Makam Darso, Polisi Ambil Sampel dari Organ Vital Dada dan Kepala

Sampel tersebut bakal diperiksa tim kedokteran forensik.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Fernan Rahadi
Polda Jawa Tengah (Jateng) melaksanakan ekshumasi atau pembongkaran makam Darso, warga Purwosari, Mijen, Kota Semarang, yang diduga tewas setelah dianiaya beberapa polisi anggota Polresta Yogyakarta, Senin (13/1/2025).
Foto: Republika/Kamran Dikarma
Polda Jawa Tengah (Jateng) melaksanakan ekshumasi atau pembongkaran makam Darso, warga Purwosari, Mijen, Kota Semarang, yang diduga tewas setelah dianiaya beberapa polisi anggota Polresta Yogyakarta, Senin (13/1/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Polda Jawa Tengah (Jateng) telah melaksanakan ekshumasi atau pembongkaran makam Darso, warga Purwosari, Mijen, Kota Semarang, yang diduga tewas setelah dianiaya beberapa polisi anggota Polresta Yogyakarta, Senin (13/1/2025). Tim Bidang Kodokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda Jateng mengambil sampel dari beberapa organ vital Darso. 

Proses ekshumasi dimulai pukul 10.15 WIB dan tuntas dilakukan sekitar pukul 12.05 WIB di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sekrakal yang berlokasi Kelurahan Purwosari. Pelaksanaan ekshumasi dihadiri keluarga Darso, termasuk istrinya, Poniyem, serta dipantau langsung Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jateng Kombes Pol Dwi Subagio. 

 

"Ditreskrimum Polda Jateng bersama Tim Kedokteran Forensik Biddokkes kerjasama dengan PDFI (Persatuan Dokter Forensik Indonesia), Fakultas Kedokteran Unimus dan Fakultas Kedokteran Unissula, kami melakukan ekshumasi jenazah Darso. Kegiatan ekshumasi ini bagian dari scientific crime Investigation, yaitu untuk mendapatkan informasi dan menemukan penyebab kematian almarhum," kata Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto kepada awak media seusai pelaksanaan ekshumasi. 

 

Dia menambahkan bahwa dalam proses ekshumasi tersebut diambil sampel organ dari jenazah Darso. Menurut Artanto, sampel tersebut bakal diperiksa tim kedokteran forensik dalam bentuk kegiatan patologi anatomi. "Ini salah satu bentuk pendukung penyebab kematian daripada almarhum Darso," ujar Artanto. 

 

Berdasarkan pantauan Republika, seusai pelaksanaan ekshumasi, tim Biddokkes Polda Jateng membawa dua boks kontainer dari makam Darso. Artanto tak mengungkap sampel dari organ apa yang diambil oleh tim Biddokkes Polda Jateng. "Sampelnya organ tubuh. Kami tidak bisa sampaikan karena yang tahu tim forensik kedokteran," ucapnya.

 

Artanto hanya menyebut bahwa sampel itu bakal diteliti di laboratorium. Namun dia belum bisa memastikan kapan hasil pemeriksaan lab akan selesai. "Prinspnya kami transparan dan kita akan menyampaikan dengan terbuka. Kami juga profesional dalam perkara ini," katanya. 

 

Sementara itu kuasa hukum keluarga Darso, Antoni Yudha Timor, mengapresiasi Polda Jateng karena telah merespons cepat laporan yang diajukan kliennya. Antoni turut hadir dan memantau proses ekshumasi makam Darso. 

 

Saat ditanya awak media tentang apa saja sampel yang diambil tim Biddokkes Polda Jateng, Antoni tak bisa menyampaikan secara detail. "Ada beberapa organ yang memang diambil sedikit sampelnya itu untuk dibawa. Ada di bagian seputar dada, ada di kepala, organ vital," ujarnya. 

 

Adik Darso, Tocahyo, melaporkan kasus dugaan penganiayaan dan pemukulan yang dialami kakaknya ke Polda Jateng pada Jumat (10/1/2025). Pihak yang dilaporkan adalah polisi berinisial I anggota Satlantas Polresta Yogyakarta. 

 

Kronologi Kejadian

 

Kuasa hukum keluarga Darso, Antoni Yudha Timor, mengungkapkan, peristiwa dugaan penganiayaan terhadap Darso (43 tahun) bermula dari insiden kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Kota Yogyakarta pada Juli 2024. "Jadi dia (Darso) nyopir, nabrak orang. Kemudian sempat bertanggung jawab, sudah dibawa ke klinik. Tapi mungkin karena enggak punya uang, ninggal KTP," kata Antoni ketika diwawancara awak media di Mapolda Jateng, Semarang, Jumat (10/1/2025) malam lalu. 

 

Setelah peristiwa kecelakaan, Darso sempat kembali ke Semarang. "Karena ketakutan, mobilnya mobil rental juga, kemudian dia sempat ke Jakarta untuk cari duit," ungkap Antoni.

 

Menurut Antoni, Darso berada di Jakarta selama sekitar 1,5 hingga dua bulan. Namun karena upayanya mencari uang tak berhasil, Darso kembali ke Semarang. "Satu minggu di Semarang, (Darso) dijemput oleh orang yang diduga anggota dari Satlantas Polres Yogyakarta. Datang mereka pakai mobil, yang tiga turun, menanyakan kepada istri korban apakah benar ini alamat Pak Darso," ucap Antoni. 

 

Orang-orang yang diduga anggota Satlantas Polresta Yogyakarta itu mendatangi rumah Darso pada pagi hari tanggal 21 September 2024, sekitar pukul 06.00 WIB. Kala itu, istri Darso, Poniyem (42 tahun), tanpa menaruh kecurigaan apa pun, mengonfirmasi kepada orang-orang yang mendatangi rumahnya bahwa betul Darso tinggal di sana. Poniyem kemudian memanggil suaminya. 

 

"Istrinya masuk, korban keluar. Istri keluar lagi, (Darso) sudah tidak ada. Artinya korban ini dibawa tanpa surat penangkapan, tanpa surat tugas, tanpa surat apa pun," kata Antoni. 

 

Dia menambahkan, dua jam kemudian, tiga orang yang sebelumnya sudah mendatangi kediaman Darso, muncul lagi bersama ketua RT. Mereka mengabarkan kepada Poniyem bahwa Darso sudah berada di Rumah Sakit Permata Medika Ngaliyan. 

 

Antoni mengungkapkan, setelah sempat ditangani di IGD, Darso kemudian masuk ruang ICU selama tiga hari. Darso selanjutnya menjalani perawatan di ruang rawat inap selama tiga hari. "Pulang ke rumah, dua hari di rumah, korban meninggal dunia," kata Antoni. 

 

"Sebelum meninggal dunia, korban mengatakan bahwa dia tidak terima, dia minta keadilan, dia dihajar, dipukuli oleh orang-orang tadi. Diduga (pelakunya) tiga sampai enam orang tadi. Pemukulannya di Mijen," tambah Antoni. 

 

Dia mengungkapkan, Darso menceritakan kepada adiknya bahwa dia dipukuli di sekitar perut. Poniyem juga menyampaikan kepada Antoni bahwa terdapat luka lebam pada wajah suaminya. "Kami hanya bisa membawa bukti saat ini ada foto korban, kemudian saksi yang kita bawa kebetulan adik korban selaku pelapor dan istri korban selaku pelapor," ucapnya. 

 

Antoni menambahkan, pihaknya akan segera melampirkan bukti-bukti lain, salah satunya hasil rontgen. "Menurut keterangan dokter, korban, ring di jantungnya, kan memang sudah pernah pasang ring karena menderita penyakit jantung, sempat bergeser (ringnya). Tapi itu nanti biar penyidik yang mendalami," kata Antonio. 

 

Dia mengungkapkan, dalam pelaporannya, pihak keluarga hanya melaporkan satu orang. "Sementara saya menyebut satu nama. Tapi diperkirakan pelakunya enam," ujarnya seraya menambahkan bahwa terlapor berinisial I, anggota Satlantas Polresta Yogyakarta. 

 

I dilaporkan dengan tuduhan tindak penganiayaan berencana yang menyebabkan kematian dan dugaan tindak pidana pengeroyokan. "Sebagaimana diatur Pasal 355 ayat (2) KUHP juncto Pasal 170 ayat (2) angka 3," kata Antoni. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement