REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ahmad Luthfi mengakui fasilitas penampungan sampah di Jateng belum memadai, khususnya di daerah perkotaan. Luthfi mengakui jika rata-rata pemerintah kota tidak memiliki tempat pembuangan sampah.
"Sampah ini isu yang luar biasa saya kira di hampir semua kabupaten/kota. Dan ini tentu barangkali perlu pemikiran bersama-sama," ujarnya ketika menggelar "Forum Senayan Peduli Jawa Tengah" yang dihadiri para anggota DPR dan DPD RI dapil Jateng, Rabu (9/4/2025).
Dalam forum yang digelar di Gedung Gradhika Kantor Gubernur Jateng di Semarang, anggota Komisi XII DPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera, Muh Haris, meminta agar persoalan lingkungan, terutama sampah, menjadi perhatian. Merespons hal tersebut, Ahmad Luthfi mengakui fasilitas penampungan dan pengelolaan sampah di Jateng, khususnya di daerah perkotaan, belum memadai.
"Rata-rata di pemerintah kota itu tidak ada pembuangan sampah. Kota Pekalongan, Kota Solo, Kota Magelang, yang kota-kota ngebuangin sampah, berantem dengan kabupaten sampingnya, Pak. Nah ini problem yang sangat krusial," kata Luthfi.
Dia menambahkan, isu persampahan akan menjadi prioritas pemerintahannya. Luthfi mengungkapkan akan menggandeng BUMN dan BUMD untuk membantu menuntaskan persoalan tersebut.
Diwawancara seusai forum, Luthfi mengatakan, isu fasilitas penampungan sampah di Jateng akan diselesaikan bersama-sama. Dia menjelaskan, terdapat beberapa kabupaten/kota di Jateng yang sudah menangani persoalan sampah secara mandiri, misalnya Cilacap.
"Tapi kan problemnya di daerah kota, misalnya Kota Pekalongan, Kota Solo, kota-kota yang tidak punya yurisdiksi agak luas itu, problem sampah harus kita laksanakan sinergi dengan kabupaten/kota sekitar," ucap Luthfi.
Dia menambahkan akan turut menggandeng investor untuk menangani persoalan sampah. "Kita akan membuat role model ya, beberapa investor yang sudah kita panggil, kita nanti akan melakukan role model apa yang nanti akan kita lakukan. Prinsip, sampah harus segera kita reduksi," katanya.
Salah satu daerah di Jateng yang baru-baru ini menghadapi darurat sampah adalah Kota Pekalongan. Hal itu menyusul ditutupnya TPA Degayu yang berlokasi di Pekalongan Utara oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Pemkot Pekalongan kemudian menetapkan masa darurat sampah selama enam bulan, terhitung mulai 21 Maret hingga 21 September 2025.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Tengah Widi Artanto mengungkapkan keberadaan TPA dan tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) memang dibutuhkan untuk penampungan dan pengolahan sampah di wilayah perkotaan yang tidak memiliki lahan. "Kota Pekalongan ini tidak memiliki lahan representatif untuk TPA atau TPST," ucapnya ketika diwawancara pada 24 Maret 2025 lalu.
Widi menjelaskan, syarat pembangunan TPST adalah ia harus berjarak minimal 500 meter dari permukiman warga. Sementara TPA harus dibangun setidaknya satu kilometer dari permukiman masyarakat.
"Sehingga sulit kalau di Kota Pekalongan. Upaya ke depan yang perlu dilakukan adalah dengan tempat pengolahan sampah, bisa dengan RDF (Refuse Derived Fuel) atau bisa dengan komposter, misalnya," katanya.
Menyusul penutupan TPA Degayu, Widi mengaku sudah berkoordinasi dengan DLH Kota Pekalongan. "Intinya sekarang akan dilakukan proses pengolahan menggunakan incinerator yang tersedia di sana. Jadi dibakar menggunakan pembakaran yang bagus menggunakan incinerator," ujarnya.
Selain incinerator, Widi juga meminta Pemkot Pekalongan mengoptimalkan bank-bank sampah dan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R). "Ini langkah-langkah yang bisa dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Pekalongan karena memang sudah tidak boleh lagi membuang (sampah) ke TPA, paling tidak selama enam bulan ini," ucapnya.
"Nanti ada penganggaran yang lebih besar untuk menangani sampah di Kota Pekalongan, termasuk langkah-langkah upaya pengurangan. Jadi sebenarnya sangat penting bagaimana kita bisa memilah sampah organik dan anorganik sehingga mengurangi beban TPA," tambah Widi.
Dia mengatakan, saat ini terdapat 46 TPA di Jateng. Sebanyak 37 di antaranya masih menerapkan metode open dumping yang tak terkontrol. Namun Widi mengklaim, beberapa TPA tersebut sudah mulai menerapkan controlled landfill.
Widi menjelaskan, metode open dumping pada TPA sudah tidak direkomendasikan. Sebab dalam TPA open dumping, sampah hanya ditumpuk tanpa ada pengolahan dan pengontrolan.
"Jadi semestinya yang diterpkan adalah controlled landfill atau sanitary landfill. Kalau controlled landfill, sampah masuk ke TPA, kemudian dilakukan pengurukan dengan tanah, sehingga tidak ada sampah terbuka dan tidak terolah dengan baik," ucapnya.
Dia menilai, metode sanitary landfill lebih baik jika dibandingkan controlled landfill. "Sanitary landfill dilakukan pengolahan lanjutan. Ada pengolahan limbah, ada penutupan lahan, ada pengolahan gas, penangkapan gas, dan sebagainya," ujar Widi.