REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pemerintah Kota Solo telah mengumumkan hasil resmi dari pengujian laboratorium terhadap produk makanan milik Warung Makan Ayam Goreng Widuran. Rumah makan yang telah berdiri sejak tahun 1973 itu sempat menjadi sorotan publik setelah terungkap salah satu menu andalannya, yakni kremesan ayam, ternyata digoreng menggunakan minyak non-halal.
Usai dilakukan serangkaian asesmen dan uji laboratorium, Wali Kota Solo, Respati Ardi, menyatakan bahwa makanan yang dijual di Ayam Goreng Widuran tergolong layak konsumsi, meski mengandung unsur non-halal. Dengan keluarnya hasil ini, rumah makan tersebut diperbolehkan kembali beroperasi setelah sebelumnya ditutup sementara.
"(Hasil) pengujiannya layak makan. Tapi kalau halal atau tidak, dari BPJPH. Uji lab itu kan untuk semua makanan yang beredar. Yang mengajukan BPOM itu di-lab semuanya," ujar Respati belum lama ini.
Adapun pengujian laboratorium dilakukan oleh Balai Veteriner Boyolali, yang berwenang memeriksa kelayakan makanan secara umum, termasuk kandungan bahan dan potensi bahaya bagi kesehatan konsumen. Namun, seperti yang disampaikan Respati, labelisasi halal bukan menjadi ranah hasil lab, melainkan kewenangannya BPJPH.
Dalam asesmen yang dilakukan oleh Pemkot Solo, pihak Ayam Goreng Widuran secara tegas telah mendeklarasikan produk mereka mengandung bahan non-halal. Pernyataan ini dianggap cukup oleh pemerintah daerah dari sisi perlindungan konsumen.
"Dari asesmen, pelaku usaha (Ayam Goreng Widuran) sudah mendeklarasikan ada (menu yang) non-halal, ya uwis (ya sudah) itu,” kata Respati.
Atas pertimbangan ini, Pemkot Solo kini memutuskan untuk mengizinkan rumah makan legendaris tersebut untuk kembali beroperasi, setelah sebelumnya diminta tutup sementara demi menjaga situasi tetap kondusif di masyarakat.
"Selepas ini, kami persilahkan buka lagi, jika mau buka lagi," ungkapnya.
BACA JUGA: Bukan Ayam Goreng Mengandung Minyak Babi, Menurut Gus Dur Ada Makanan yang Lebih Haram dari Babi
Meski diizinkan buka kembali, Respati mengatakan ada syarat tegas yang diberikan. Pemilik usaha wajib memberikan informasi secara terang dan jelas bahwa produk mereka non-halal. Tidak hanya berupa label yang mencolok, namun juga melalui komunikasi langsung dari para karyawan kepada konsumen.
"Jika tidak (halal) katakan tidak halal, ditulis besar dan diajari untuk sosialisasi dari karyawannya ke konsumen yang lagi makan (bahwa ada menu yang tidak halal)," ucapnya.
Lebih lanjut, ia juga meminta kepada seluruh pelaku usaha kuliner di Solo agar terbuka sejak awal tentang status halal atau non-halal produk mereka, sebagai bagian dari komitmen perlindungan konsumen.
"Saya juga mengajak pelaku usaha mendeklarasi dari awal buka apa saja yang dijual. Itu hak semua pelaku usaha jual produk. Yang penting dijelaskan yang gede. Ojo (jangan) cuma kremes non-halal. Intinya rumah makan itu satu kesatuan," katanya menambahkan.
Lihat postingan ini di Instagram