REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG – Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah, Frans Kongi, menyambut gagasan penyediaan fasilitas daycare atau tempat penitipan anak di lingkungan kerja. Dia menilai, kehadiran daycare mampu meningkatkan produktivitas pekerja, khususnya kalangan perempuan. Hal itu karena mereka tak perlu lagi mengkhawatirkan anaknya tidak terurus ketika sedang bekerja.
Menurut Frans, sudah ada beberapa perusahaan yang memiliki daycare di lingkungan kerjanya. Namun banyak pula yang belum menyediakan fasilitas tersebut. “Kalau semua (perusahaan menyediakan daycare) itu memang enggak bisa, karena itu perlu biaya,” ujarnya ketika diwawancara Republika, Ahad (22/6/2025).
Kendati demikian, Frans menekankan, Apindo mendukung penyediaan daycare di lingkungan kerja. Namun dia menyebut pemerintah pusat dan daerah harus turut terlibat. “Enggak bisa mengharapkan perusahaan sendiri. Pemerintah juga punya tanggung jawab. Kita kan bayar pajak, jadi jangan hanya dibebani ke perusahaan saja,” ucapnya.
Frans menilai, fasilitas daycare merupakan kebutuhan bersama. Oleh sebab itu, kalangan pengusaha juga siap berkontribusi. “Kalau pengusaha iuran sedikit-sedikit, okelah. Tapi di dalam batas yang wajar,” kata Frans.
Sementara itu Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah, Aulia Hakim, menyambut pernyataan Menteri Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi yang mendorong perusahaan-perusahaan di Indonesia menyediakan daycare atau tempat penitipan anak di lingkungan kerja. Aulia mengatakan, selama ini KSPI sudah rutin mengampanyekan dan mendorong hal tersebut.
Aulia mengungkapkan, berdasarkan pengamatan KSPI, masih banyak perusahaan, khususnya di Jawa Tengah, yang belum familiar dan menyadari pentingnya daycare untuk pekerja. Dia mengatakan, KSPI sudah sering menemukan kasus pasangan pekerja yang anaknya, terutama balita, tak terdidik karena kedua orang tuanya harus bekerja.
“Penelitian kami, anak-anak (pasangan pekerja) itu tidak terdidik. Artinya anak umur tiga sampai enam tahun ini, dia harus dapat pendidikan yang kuat, secara mental, motorik, fisik dan nonfisik, tumbuh kembangnya harus baik. Namun karena keterbatasan kemampuan karena semuanya bekerja, akhirnya perhatian (kepada anak) terkurangi,” kata Aulia.
Dia mengungkapkan, berdasarkan survei KSPI, biaya fasilitas daycare di Jawa Tengah berkisar antara Rp400 ribu hingga Rp600 ribu per bulan. Sementara saat ini UMP Jawa Tengah adalah Rp2,1 juta. “Dengan pekerja yang upahnya masih standar Jawa Tengah kemudian dia harus menitipkan anaknya (ke daycare), ini sangat berat,” ujar Aulia.
Aulia mengapresiasi adanya peresmian daycare di Kawasan Industri Terpadu Batang pada 1 Mei 2025 lalu oleh Gubernur Jawa Tengah. Menurutnya, hal itu menjadi terobosan bagi pemenuhan hak pekerja memiliki anak atau balita di keluarganya.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi mendorong perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk mulai menyediakan fasilitas daycare atau tempat penitipan anak di lingkungan kerja. Hal itu disampaikan ketika dia meresmikan daycare di PT Godrej Consumer Products Indonesia, Rabu (18/6/2025).
Berdasarkan survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional tahun 2024 yang dilakukan Kementerian PPPA, satu dari empat perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan, dengan lokasi kejadian tertinggi berada di rumah dan tempat kerja. “Survei yang kami lakukan yaitu Pengalaman Hidup Perempuan Nasional 2024 menunjukkan bahwa satu dari empat perempuan pernah mengalami kekerasan, paling tinggi terjadi di rumah dan tempat kerja. Berdasarkan hal ini, saya imbau ini menjadi pengingat dan komitmen bagi perusahaan-perusahaan lain untuk mulai menyediakan daycare di perusahaan masing-masing,” kata Arifah Fauzi.
Imbauan Arifah sejalan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada fase 1.000 hari pertama kehidupan.