REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta meluncurkan sistem pembayaran parkir berbasis digital melalui QRIS di 10 titik strategis sebagai langkah konkret dalam memberantas praktik tarif parkir semena-mena alias parkir 'nuthuk'. Program ini sekaligus menjadi bagian dari transformasi layanan publik menuju sistem yang transparan, adil, dan modern.
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo mengatakan sistem QRIS ini diterapkan di 10 titik parkir sebagai pilot project yang mencakup area parkir di tepi jalan umum dan tempat khusus parkir (TKP). Lokasi-lokasi tersebut antara lain Jalan Prof Yohanes, Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Diponegoro, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Mataram, Jalan Laksda Adisutjipto, Jalan KH Ahmad Dahlan, Jalan Limaran, TKP Senopati dan Kawasan Ngabean.
Penerapan ini merupakan bagian awal dari perluasan sistem parkir digital yang akan terus ditingkatkan secara bertahap oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Yogyakarta.
"Kita bertahap, dimulai dari sejumlah titik, nanti harapannya bisa menyeluruh, kita terus bergerak untuk memberdayakan juru parkir," ungkap Hasto, Jumat (27/6/2025).
Di sisi lain, Hasto tak menepis bahwa peluncuran QRIS ini juga didorong oleh banyaknya keluhan warga terkait praktik parkir yang tidak sesuai tarif resmi. Sebagai solusinya, pihaknya memulai penerapan sistem pembayaran parkir non-tunai menggunakan QRIS di beberapa titik yang rawan keluhan.
QRIS diyakini sebagai cara efektif untuk mencegah praktik manipulasi tarif parkir karena sistem secara otomatis menampilkan jumlah pembayaran sesuai zona dan jenis kendaraan saat pengguna memindai kode QR di lokasi parkir.
"Itu ada keluhan warga, di lingkungannya sendiri kena parkir cukup mahal, dengan tarif yang nilainya tidak umum, merasa di-tuthuk," katanya.
"Untuk itu kita mulai pembayarannya menggunakan QRIS," ucapnya menambahkan.
Terkait tarifnya, Hasto menyampaikan tarif resmi yang berlaku di Kota Yogyakarta dibagi dalam tiga zona, dan ditampilkan secara jelas di papan informasi di setiap lokasi parkir dengan rincian kawasan 1 (premium) untuk sepeda motor dikenakan tarif Rp 2.000 dan mobil Rp 5.000. Sedangkan di kawasan 2 dan 3, sepeda motor akan dikenakan tarif Rp 1.000 dan mobil Rp 2.000.
Pengendara cukup memindai QRIS di papan tarif, dan sistem akan menampilkan nominal sesuai kategori kendaraan serta lokasi parkir. Dengan begitu, akan menjamin keterbukaan dan menghilangkan risiko praktik penarikan tarif liar.
"Ini solusi atas keluhan warga soal tarif tidak wajar. Sekarang semuanya terukur dan tercatat rapi," ujarnya.
Nantinya, Dishub Kota Yogyakarta juga akan menyiagakan petugas selama 24 jam di titik-titik parkir, guna memastikan kelancaran operasional.
Kepala Dishub Kota Yogyakarta, Agus Arif Nugroho, menegaskan bahwa sistem QRIS dipilih bukan hanya demi kemudahan teknis, tetapi untuk membangun ekosistem parkir yang lebih sehat dan adil.
"Kami sengaja memilih sistem pembayaran non-tunai ini untuk menghilangkan keraguan masyarakat. Begitu pengendara memindai QRIS, sistem langsung menampilkan tarif parkir yang sesuai dengan zona dan jenis kendaraan mereka. Tidak ada lagi tawar-menawar atau ketidakjelasan," kata Agus.
Lebih lanjut, Pemkot tidak mengabaikan peran juru parkir dalam proses digitalisasi ini. Agus mengatakan pihaknya akan melakukan pendekatan dengan komunitas jukir agar sistem ini bisa diterima secara inklusif. Dalam sistem baru ini, para jukir tidak lagi menerima uang secara langsung, tetapi akan mendapatkan penghasilan berdasarkan sistem pembagian retribusi mingguan.
"Kebiasaan jukir itu kan selama ini membawa uang harian. Sekarang mereka akan terima uang paling cepat seminggu prosesnya," ungkapnya.