Selasa 08 Jul 2025 15:12 WIB

Rumahnya Dieksekusi, Warga Lempuyangan Soroti Sikap PT KAI yang Dinilai tak Manusiawi

Chandrati mengatakan pengosongan ini menyisakan kekecewaan mendalam bagi keluarganya.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Fernan Rahadi
Proses pengosongan rumah PJKA 13 oleh personel gabungan dari PT KAI Daop 6 Yogyakarta, Selasa (8/7/2025).
Foto: Wulan Intandari
Proses pengosongan rumah PJKA 13 oleh personel gabungan dari PT KAI Daop 6 Yogyakarta, Selasa (8/7/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Satu rumah di kawasan Tegal Lempuyangan, Yogyakarta, yang masih bertahan dari pengosongan akhirnya dikosongkan secara paksa oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) hari ini, Selasa (8/7/2025). Rumah  PJKA 13 tersebut diketahui dihuni oleh Chandrati Paramita (53), yang mengaku sudah tinggal di sana lebih dari 30 tahun.

Keluarga tersebut menjadi satu-satunya dari total 14 rumah terdampak yang menolak eksekusi. Alasannya bukan semata karena ingin menolak pengosongan, melainkan karena masih mempertanyakan dasar hukum dan transparansi dari pihak KAI. Namun, upaya mempertanyakan hak mereka berakhir dengan penggusuran paksa.

Saat dijumpai, Chandrati menyampaikan pengosongan ini menyisakan kekecewaan mendalam bagi dia dan keluarga. Ia menilai tindakan KAI dilakukan tanpa pendekatan yang manusiawi, apalagi surat pemberitahuan terkait pengosongan itu baru diterima pihaknya Selasa (7/7/2025) malam sekitar pukul 20.00 WIB. Kondisi itu membuatnya tidak memiliki waktu untuk melakukan persiapan apa pun sebelum pengosongan dilakukan.

"PT KAI itu tidak ada pendekatan secara manusiawi, dan tiba-tiba, ya ini, (rumah kami) dieksekusi seperti ini," kata Chandrati saat dijumpai di rumah PJKA 13, Selasa (8/7/2025).

"Baru terima surat tadi malam. Jadi kita tidak ada persiapan apa pun," ujarnya menambahkan.

photo
Penghuni rumah PJKA 13, Chandrati Paramita. - (Wulan Intandari)

Chandrati menjelaskan rumah yang ia tempati bukan aset sah milik KAI. Ia menjelaskan bahwa rumah tersebut dulunya adalah eks rumah dinas Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), perusahaan kereta api swasta milik Belanda, dan telah ditempati oleh almarhum ayahnya sejak 1974. Saat itu, belum ada sertifikat terhadap bangunan tersebut.

Ia menceritakan rumah itu dahulu dalam kondisi memprihatinkan, sebelum akhirnya diperbaiki secara mandiri dan kini Chandrati masih memegang Surat Keterangan Tanah (SKT) yang diterbitkan pada tahun 2018.

"Memang tanahnya Sultan Ground tapi belum ada sertifikatnya (saat itu -Red). Makanya kita mengacu pada Undang-undang Agraria itu," kata dia.

Tanpa kompensasi dan tanpa pilihan lain, keluarga Chandrati Paramita harus meninggalkan rumah yang selama ini menjadi tempat tinggal mereka. Eksekusi dilakukan secara paksa oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 6 Yogyakarta, yang mengerahkan ratusan personel gabungan untuk mengeluarkan berbagai perabotan dan barang lainnya dari rumah tersebut.

Sementara itu, Kuasa hukum dari LBH Yogyakarta, Muhammad Rakha Ramadhan, mengatakan pihaknya akan menempuh jalur hukum atas tindakan pengosongan paksa ini. Rakha menilai pengosongan dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas. Bahkan permintaan untuk menunjukkan bukti kepemilikan serta dasar kompensasi dari PT KAI tak pernah ditanggapi secara konkret.

Ia juga mempertanyakan regulasi mengenai besaran kompensasi yang tak pernah dijelaskan secara resmi oleh pihak KAI.

"KAI tidak pernah menunjukkan dasar hukumnya dan warga disuruh pindah, dilakukan pengosongan paksa tapi pihak penghuni rumah menjadi bingung dalam posisi karena KAI tidak pernah menunjukkan dasar hukumnya bahwasanya ini adalah aset KAI," ujar Rakha.

Dijumpai terpisah, Manager Humas KAI Daop 6 Yogyakarta,  Feni Novida Saragih mengatakan sebelum kegiatan penertiban berlangsung, tim KAI melakukan proses komunikasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah daerah, kewilayahan dan warga setempat. Pelaksanaan penertiban dilakukan sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. 

"Setiap langkah penertiban selalu dilakukan dengan memperhatikan hak-hak warga sesuai peraturan perundang-undangan. KAI juga telah membuka ruang dialog kepada warga yang terdampak agar proses berjalan tertib, aman, dan sesuai prinsip keadilan," ungkap Feni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement