REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ayah dari almarhum Gamma Rizkynata Oktafandy, Andi Prabowo, menanggapi dingin nota pembelaan atau pleidoi Aipda Robig Zaenudin yang diwarnai isak tangis. Aipda Robig adalah anggota Polrestabes Semarang yang menjadi terdakwa dalam kasus penembakan Gamma, siswa SMKN 4 Semarang.
"Dia (Aipda Robig) menangis mungkin masih bisa melihat anaknya. Sedangkan saya, sampai sekarang pun masih sakit hati saya, masih menangis," kata Andi Prabowo seusai menghadiri persidangan dengan agenda pembacaan pleidoi Aipda Robig di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (15/7/2025).
Dalam pleidoinya, Aipda Robig meminta dibebaskan dari tuntutan atau dihukum ringan. Dia mengeklaim aksi penembakannya yang menyebabkan Gamma tewas dan dua temannya terluka, sudah sesuai prosedur.
Andi Prabowo menolak permintaan Aipda Robig. "Kalau dia minta dibebaskan, saya tidak terima," ujarnya.
Pada pleidoinya, Aipda Robig mengeklaim penembakan yang dilakukannya telah sesuai Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Peristiwa penembakan tiga siswa SMKN 4 Semarang oleh Aipda Robig terjadi di depan minimarket Alfamart di Jalan Candi Penataran Raya, Ngaliyan, Kota Semarang, pada Ahad, 24 November 2024, sekitar pukul 00:19 WIB.
Malam itu, Aipda Robig, yang sedang dalam perjalanan menuju rumah orang tuanya, melihat satu sepeda motor dikejar tiga sepeda motor. Satu sepeda motor yang dalam posisi dikejar hampir menyerempet Robig karena melaju dari arah berlawanan. Motor tersebut ditumpangi tiga orang dan satu di antaranya disebut membawa celurit.
Sepeda motor yang dikejar kemudian masuk ke gang di seberang Masjid Al-Amin. Selanjutnya, tiga sepeda motor yang mengejarnya memutar arah dan melaju kembali ke arah Aipda Robig.
Kala itu Robig telah memalangkan sepeda motornya di tengah jalan. Sebab dia melihat dua penumpang di tiga sepeda motor tersebut membawa senjata tajam jenis cocor bebek dan celurit.
Dalam persidangan sebelumnya, Aipda Robig sempat menyampaikan bahwa dia mengira peristiwa yang dilihatnya adalah percobaan begal. Ketika membacakan pleidoi untuk kliennya, kuasa hukum Aipda Robig, Bayu Arief, mengatakan, tugas dan fungsi polisi telah diatur dalam Undang-Undang (UU) RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.
Bayu mengatakan, selain menegakkan hukum, polisi juga bertugas memberikan perlindungan kepada masyarakat. "Bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, seorang anggota memiliki diskresi kepolisian yang diatur di Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 18 ayat (1)," ujar Bayu.
Dia menambahkan, pasal tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud bertindak menurut penilaian sendiri adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan anggota Polri dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko serta betul-betul untuk kepentingan umum. Menurut Bayu, senjata tajam yang dibawa oleh para pengendara sepeda motor pada malam peristiwa penembakan tidak berkesesuaian dengan undang-undang.
Bayu mengatakan, sebelum menembak langsung ke arah korban, Aipda Robig sempat melepaskan tembakan peringatan dan meneriakkan kata "polisi". "Namun ketika para pemotor tetap melaju ke arah terdakwa dengan membawa senjata tajam tersebut, merupakan kategori tindakan agresif," ucapnya.
Dia menjelaskan, menurut Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (7), tindakan agresif adalah tindakan seseorang atau kelompok orang untuk menyerang anggota Polri, masyarakat, harta benda, atau kehormatan/kesusilaan. "Bahwa tindakan terdakwa telah sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian sesuai dengan Pasal 8," kata Bayu.
Saat membacakan pleidoinya sendiri, Aipda Robig menyinggung tentang kariernya selama 17 tahun sebagai anggota Polri tanpa pernah melakukan pelanggaran disiplin. Sebagai anggota Satresnarkoba Polrestabes Semarang, Aipda Robig pun merasa kinerjanya turut berperan dalam melindungi masa depan generasi penerus bangsa. Terkait hal itu, dia mengungkap sejumlah kasus peredaran narkoba yang berhasil ditanganinya.
"Selama saya bertugas, saya telah memberikan kontribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung, demi masa depan para generasi muda penerus bangsa," kata Aipda Robig.
Aipda Robig mengungkapkan, sebagai manusia biasa, dia tak luput dari kesalahan. "Namun, sejak awal saya mengabdikan diri sebagai anggota Polri, saya senantiasa berusaha untuk berbuat yang lebih baik dan bermanfaat. Baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam pelaksanaan tugas sebagai aparatur negara," ujarnya.
Dia pun sempat menyoroti masifnya pemberitaan media terkait kasus penembakannya yang dinilai tak berimbang dan menyudutkannya. Aipda Robig menyebut, hal itu turut berimbas pada kondisi psikis keluarganya. Ia mengatakan, keluarganya ikut menanggung beban sosial dan emosional yang berat akibat kasusnya.
"Anak-anak saya yang sebelumnya mempunyai rasa kebanggaan memiliki ayah atau bapak seorang anggota polisi seketika runtuh dan berdampak pada psikologisnya yang mengganggu proses belajar dan tumbuh kembangnya di lingkungan sosial maupun pendidikan," kata Aipda Robig.
Menurut Aipda Robig, keluarganya turut diuji akibat kasus penembakan yang dilakukannya. Dia meminta majelis hakim memberi putusan yang seadil-adilnya dan tidak mengabaikan sisi kemanusiaan.
"Saya menyampaikan secara pribadi dengan penuh ketulusan dan rasa tanggung jawab serta permohonan keringanan hukuman kepada Yang Mulia Majelis Hakim. Karena saya: satu, masih ingin diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri dan melanjutkan pengabdian kepada masyarakat dan bangsa. Dua, merupakan satu-satunya tulang punggung keluarga yang selama ini menaungi istri, anak-anak dan ibu saya," ucap Aipda Robig.
Kepada majelis hakim, Aipda Robig juga menyampaikan bahwa dia telah disanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) oleh Komisi Kode Etik Polri. Namun Aipda Robig tak menyinggung bahwa dia mengajukan banding atas putusan tersebut.