Rabu 06 Aug 2025 08:43 WIB

Romo Martinus: Kemuliaan Agama tak Akan Bisa Diraih Lewat Jalan Kekerasan

Anak muda dinilai perlu memiliki ruang perjumpaan lebih banyak dengan yang berbeda.

Ilustrasi keberagaman dan persatuan.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Ilustrasi keberagaman dan persatuan.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengajar di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Romo Martinus Joko Lelono, mengatakan tidak khawatir terhadap sejumlah kelompok keagamaan yang ditengarai sarat dengan kekerasan dalam upaya penyebaran ajarannya di Indonesia. Ia hanya menyayangkan jika masih ada seruan atau ajakan beragama dengan menindas ataupun memandang rendah manusia lainnya.

“Saya pikir ini adalah bagian dari dinamika hidup bersama. Dalam gambaran sosiologi, ini adalah gambaran untuk mendapatkan kekuasaan dan pengaruh. Mereka menggunakan jubah agama untuk mempengaruhi dan menguasai. Saya menyayangkan bahwa di negeri ini masih ada orang-orang yang kurang terpelajar yang masih percaya bahwa kemuliaan agama bisa diraih melalui kekerasan. Kemuliaan agama tidak akan bisa ditempuh dengan jalan yang membawa kesengsaraan bagi sesamanya,” kata Imam Katolik ini.

Mengenai adanya kelompok keagamaan yang ditengarai sarat dengan kekerasan dalam upaya penyebaran ajarannya di Indonesia, Romo Martinus mengaku tidak khawatir.

Romo Martinus merasa bahwa sesama anak bangsa perlu lebih banyak lagi melakukan perjumpaan lintas keimanan. Negara juga perlu hadir sebagai fasilitator dalam menciptakan kesempatan ini, khususnya dalam menghadirkan sarana dan fasilitas umum yang terbuka bagi semua.

“Anak muda kita perlu memiliki ruang perjumpaan yang lebih banyak dengan mereka yang berbeda. Saya beberapa kali terlibat di dalam gerakan lintas iman di kalangan anak muda, ada cukup banyak peserta yang tidak pernah mengenal orang dari agama lain. Mereka bersekolah dengan teman seagama; bertetangga dengan yang seagama; berkegiatan dengan yang seagama," katanya menambahkan.

Menjelaskan tentang hakikat cinta dalam kehidupan manusia, Romo Martinus menyampaikan harapannya agar lembaga pendidikan formal dan non-formal tidak memisahkan pergaulan peserta didik berdasarkan agama yang dianut. Masih sering dijumpai, peserta didik beragama minoritas diberikan materi pembelajaran di ruang yang berbeda, dengan alasan memudahkan pelaksanaan pelajaran agama. 

“Hal semacam ini perlu dilawan. Generasi muda perlu saling berjumpa agar mampu mengakui bahwa mereka punya kesalahan, dan orang lain punya kebaikan, serta sebaliknya. Negara perlu menyediakan media perjumpaan, misalnya taman kota, lapangan, jogging track, lapangan skateboard, sehingga orang bisa bertemu dan tidak terkungkung dengan gadget yang dalam beberapa kesempatan menjadi sarana masuknya paham intoleran," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement