Selasa 19 Aug 2025 07:51 WIB

Saat Ratusan Anak Muda Melamun Bersama di Kota Gede: Ngelamunin Keluarga Sampai UMR Jogja

Para pemuda ramai-ramai mengikuti lomba melamun.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Karta Raharja Ucu
Para peserta yang mengikuti lomba melamun di Kotagede, Yogyakarta, Senin (18/8/2025).
Foto: Wulan Intandari/ Republika
Para peserta yang mengikuti lomba melamun di Kotagede, Yogyakarta, Senin (18/8/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Alih-alih lomba panjat pinang atau balap karung, warga Yogyakarta, memilih cara unik yakni lewat lomba Melamun untuk merayakan HUT ke-80 Republik Indonesia. Gelaran yang diinisiasi oleh Lokanusa bekerja sama dengan Tamasya Karsa dan Life at Kotagede ini sukses menarik perhatian publik secara luas, termasuk warga dari luar kota seperti Jakarta, Solo hingga Semarang ikut datang meramaikan.

Panitia penyelenggara, Primas Tri Jati menyampaikan, inspirasi lomba ini datang dari kompetisi serupa yang digelar di Jepang. Ada tiga kategori yang dilombakan antara lain Si Paling Ekspresionis, Si Paling Bertahan Lama dan Si Paling Macak.

"Lomba ini terinspirasi dari lomba di Jepang beberapa tahun yang lalu tapi belum pernah punya kesempatan untuk melakukan lomba ini dan baru terlaksana sekarang dengan momentum 17an," ujarnya sat dijumpai di sela-sela acara, Senin (18/8/2025).

Ia mengatakan di era yang serba cepat dan penuh tekanan ini, melamun justru bisa menjadi ruang jeda untuk memproses pikiran, menenangkan hati, dan mengisi ulang energi. Tema ini diangkat untuk memberi pesan bahwa bertahan dengan tenang di tengah “era ugal-ugalan” juga merupakan bentuk kekuatan.

Antusiasme luar biasa pun datang dari para peserta. Awalnya acara ini hanya dirancang untuk 20 orang, namun pendaftar membludak hingga 120 pendaftar sebelum akhirnya ditutup.

"Kita ingin bisa mewadahi orang-orang. Melamun, melambat, dan tidak melakukan apa pun itu nggak apa-apa. Memberi jeda sejenak dari rutinitas bukanlah kemalasan, melainkan bagian dari menjaga kesadaran," kata dia.

Soal teknis lomba, ia menyampaikan lomba ini tak menggunakan alat pendeteksi detak jantung seperti di Jepang, namun mengandalkan penilaian manual dari ekspresi dan reaksi peserta terhadap berbagai distraksi yang diberikan. Para juara nantinya akan ditentukan oleh para juri dengan penilaian siapa yang paling lama bertahan dan tahan terhadap distraksi. Beberapa juri bayangan juga akan ikut menilai dari kejauhan.

"(Jurinya dari) penggiat slow living dan psikolog. Ada beberapa juri bayangan yang ikut membantu," ucapnya.

"Melihat antusiasme, apabila kami dapat memfasilitasi teman teman untuk melamun dengan aman, sepertinya menarik Lomba Melamun dihadirkan di berbagai spot yang asik untuk melamun, agar pengalaman ini bisa dinikmati di tempat dan suasana berbeda," ungkap dia menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement