Jumat 05 Sep 2025 20:00 WIB

Tumpah Ruah di Kota Yogyakarta, Ribuan Orang Saksikan Garebeg Maulud Tahun Dal 1959

Garebeg Maulud digelar sebagai bentuk peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Fernan Rahadi
Lautan manusia memadati jalanan di sepanjang Titik Nol Kilometer, Alun-alun Utara hingga Masjid Gedhe Kauman, Kota Yogyakarta untuk menyaksikan Garebeg Maulud, Jumat (5/9/2025).
Foto: Wulan Intandari
Lautan manusia memadati jalanan di sepanjang Titik Nol Kilometer, Alun-alun Utara hingga Masjid Gedhe Kauman, Kota Yogyakarta untuk menyaksikan Garebeg Maulud, Jumat (5/9/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Lautan manusia memadati jalanan di sepanjang Titik Nol Kilometer, Alun-alun Utara hingga Masjid Gedhe Kauman, Kota Yogyakarta sejak pagi hari, Jumat (5/9/2025). Mereka datang untuk menyaksikan salah satu tradisi budaya paling sakral dan megah di Tanah Jawa yakni Hajad Dalem Garebeg Mulud atau Garebeg Maulud yang digelar oleh Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Meski prosesi arak-arakan gunungan baru dilakukan pukul 10.00 WIB, dari pantauan Republika di lokasi, jalanan sudah dipenuhi masyarakat yang antusias datang dari berbagai daerah itu sejak pukul 08.00 WIB. Mereka rela menunggu dan mencari posisi terbaik untuk menyaksikan arak-arakan gunungan dan barisan prajurit Keraton.

"Tiap tahun saya datang, tapi tahun ini istimewa sekali karena ada Gunungan Brama. Sudah saya tunggu sejak subuh tadi," ujar Isti, seorang warga asal Klaten yang datang bersama keluarganya saat dijumpai Republika, Jumat (5/9/2025).

Senada, wisatawan lainnya yakni Tita yang datang dari Ponorogo mengaku sedang berlibur di Yogyakarta. Saat mengetahui adanya prosesi Garebeg Maulud ini, ia langsung memasukkan acara ini sebagai salah satu destinasi yang akan dikunjungi.

"Saya begitu tahu langsung mengajak rombongan kesini. Ingin melihat bagaimana prosesi yang berlangsung, karena selama ini hanya melihat dari sosial media saja dan sekarang berkesempatan untuk melihat lebih dekat," ucapnya.

Prosesi Penuh Makna Spiritual dan Sejarah

Garebeg Maulud digelar sebagai bentuk penghormatan dan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tahun ini, prosesi dilaksanakan bertepatan dengan Tahun Dal 1959 dalam penanggalan Jawa, sehingga menjadi lebih istimewa karena dikeluarkannya Gunungan Brama, jenis gunungan langka yang hanya muncul setiap delapan tahun sekali.

Dalam Garebeg Maulud Dal 1959 ini, ada enam jenis gunungan diboyong keluar dari Keraton menuju Masjid Gedhe Kauman, yaitu Gunungan Kakung, Gunungan Estri/Wadon, Gunungan Gepak, Gunungan Dharat, Gunungan Pawuhan dan Gunungan Brama

Koordinator Rangkaian Prosesi Garebeg Mulud Dal 1959, KRT Kusumonegoro mengungkap bahwa Gunungan Brama, berbeda dengan gunungan lainnya, tidak dibagikan ke masyarakat, melainkan hanya didoakan dan dikembalikan ke dalam kompleks Kedhaton untuk dihaturkan kepada Sri Sultan dan keluarga.

Gunungan ini memiliki keunikan berupa asap yang terus mengepul dari anglo yang ditempatkan di puncaknya. "Khusus Garebeg Mulud Tahun Dal, akan dikeluarkan salah satu pareden, yakni Gunungan Brama, yang nantinya juga diarak dan diboyong dari keraton menuju Masjid Gedhe,” ungkap KRT Kusumonegoro.

"Gunungan ini wujudnya seperti Gunungan Estri, yang membedakan dengan gunungan yang lain, adalah karena di atas atau di tengah Gunungan Brama akan mengeluarkan asap sepanjang prosesi berlangsung. Ini namanya Gunungan Brama atau Gunungan Kutug, hanya dikeluarkan pada Garebeg Mulud Tahun Dal atau setiap delapan tahun sekali," katanya menambahkan.

Barisan 14 Bregada Prajurit dan Kembalinya Prajurit Perempuan

Selain itu, kemegahan Garebeg Maulud Dal 1959 tahun ini juga ditandai dengan kehadiran 14 bregada prajurit, termasuk kesatuan-kesatuan rekonstruksi yang telah dihidupkan kembali oleh Keraton, seperti Prajurit Langenkusuma, Sumoatmaja, Jager, dan Suranata.

photo
Garebeg Maulud Dal 1959, Jumat (5/9/2025), ditandai dengan kehadiran 14 bregada prajurit, termasuk kesatuan-kesatuan rekonstruksi yang telah dihidupkan kembali oleh Keraton Yogyakarta seperti Prajurit Langenkusuma, Sumoatmaja, Jager, dan Suranata. - (Wulan Intandari)

Yang paling mencuri perhatian adalah Bregada Langenkusuma, prajurit perempuan Keraton yang tampil untuk pertama kalinya dalam Garebeg setelah sekian lama absen. Barisan ini dipimpin langsung oleh RAj Artie Ayya Fatimasari, putri sulung GKR Mangkubumi.

Dalam penampilannya, prajurit perempuan ini terbagi menjadi tiga kelompok antara lain barisan pembawa pedang, pasukan panah, barisan tombak

Kembalinya Bregada Langenkusuma menjadi penanda bahwa tradisi keprajuritan perempuan masih hidup dan dihormati di lingkungan Keraton Yogyakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement