REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) bersama Lembaga Akreditasi Mandiri Kependidikan (LAMDIK) berkolaborasi dengan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dalam menggelar kajian kritis terhadap draf revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Kegiatan tersebut berlangsung di Ruang Seminar Pascasarjana UMS, Sabtu (27/9/2025), dengan melibatkan Badan Keahlian DPR RI, Kemendiktisaintek, beserta Kemendikdasmen.
Rektor UMS, Prof Dr Harun Joko Prayitno, MHum dalam sambutannya mengajak seluruh pihak untuk senantiasa bersyukur, baik secara horizontal maupun vertikal. Menurutnya, bersyukur secara horizontal dapat diwujudkan dengan bekerja keras dan bersungguh-sungguh memikirkan regulasi agar pemerintah dapat menghadirkan pendidikan untuk semua. Sementara itu, bersyukur secara vertikal diwujudkan dengan penghambaan kepada Allah SWT.
Harun menegaskan, terdapat tiga persoalan mendasar pendidikan yang selama ini terus digaungkan UMS. Pertama adalah persoalan aksesibilitas yang telah dirangkum Kemendikdasmen melalui tagline pendidikan bermutu untuk semua.
“Pentingnya pendidikan bermutu, pentingnya pendidikan merata. Mana yang didahulukan dulu? Tentulah merata dulu baru bermutu, sehingga menjadi tagline pendidikan bermutu untuk semua,” kata Harun.
Kedua, persoalan mutu yang harus tetap menjadi garda depan dalam mengawal pendidikan nasional, baik melalui penjaminan mutu eksternal maupun penguatan mutu internal.
Ketiga, relevansi atau dampak pendidikan. Menurut Harun, hadirnya pendidikan harus memberikan kontribusi positif bagi pembangunan bangsa.
“Pendidikan bukan hanya semata-mata mengubah atau mentransformasi atau memberikan skill tertentu, tapi yang terpenting penguatan nilai itu menjadi penting. Hakikat pendidikan itu sebenarnya kalau orang Jawa ‘uwongke uwong’, memartabatkan kehidupan, di dalamnya memartabatkan manusia,” jelasnya.

Ia juga menekankan bahwa guru harus mampu memberikan pencerahan agar mendorong peserta didik menumbuhkan energi positif di manapun mereka berada.
Sementara itu, mewakili ISPI, Prof Dr M. Solehuddin, MPd, MA, menilai revisi UU Sisdiknas merupakan suatu keniscayaan. Hal itu bukan semata karena adanya persoalan dalam undang-undang yang lama, melainkan karena perubahan zaman yang terus berkembang mengingat UU Sisdiknas telah berusia lebih dari 20 tahun.
“Undang-undang itu mungkin bagus pada zamannya, tetapi karena berbagai perubahan dan kondisi yang terus berkembang, ya tentu penyesuaian-penyesuaian harus dilakukan,” ujarnya.
Ia juga mengajak seluruh peserta untuk memanfaatkan forum kajian kritis tersebut sebaik-baiknya.
“Mudah-mudahan tantangan pendidikan yang semakin berat ke depan, bisa dijawab dengan pendidikan yang berkualitas ke depan, dan tentu itu semua perlu dilandasi dengan regulasi yang betul-betul memberikan landasan yang kuat bagi penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas di Indonesia ke depan," katanya.