REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ideologi terorisme dinilai tidak selalu datang dengan senjata. Ia bisa menyusup perlahan, melalui percakapan digital, ajakan teman, atau bahkan permainan daring yang tampak sepele.
"Dalam situasi seperti ini, perempuan memegang peran sentral. Sebagai pendidik pertama dalam keluarga, perempuan bukan hanya mengajarkan nilai moral dan kasih sayang, tetapi juga menjadi benteng yang mampu membedakan mana ajaran agama yang menyejukkan dan mana yang menyesatkan," ujar Deputi Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Mayjen TNI Sudaryanto, dalam Dialog Kebangsaan Bersama Ormas dan Tokoh Perempuan Dalam Rangka Meningkatkan Toleransi dan Moderasi Beragama di Asrama Haji Padang, Sumatera Barat, Rabu (8/10/2025).
Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi BNPT dan Komisi XIII DPR RI dan dihadiri kurang lebih 200 peserta dari berbagai organisasi perempuan di Kota Padang.
Sudaryanto menegaskan bahwa perempuan memiliki peran yang sangat penting sebagai benteng dalam menjaga toleransi, moderasi beragama, serta mencegah masuknya paham ekstrem di lingkungan keluarga. Ia menyebut kegiatan tersebut sebagai langkah strategis dalam memperkuat kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga dalam menanamkan nilai kebangsaan.
“Kegiatan Dialog Kebangsaan ini menjadi modal kuat bagi kita semua. Dukungan moral dari Komisi XIII DPR RI sangat penting. Semoga dengan kegiatan ini, semangat menyuarakan toleransi di Indonesia semakin kuat,” ujarnya.
Menurut Sudaryanto, perempuan adalah pilar utama dalam keluarga, karena dari peran merekalah nilai-nilai dasar kehidupan, termasuk toleransi dan moderasi beragama, pertama kali ditanamkan.
“Perempuan adalah pendidik dan penjaga di dalam keluarga. Di sanalah nilai-nilai kebangsaan, kasih sayang, dan toleransi tumbuh. Karena itu, perempuan memiliki posisi strategis dalam mencegah paham-paham yang menyimpang,” jelasnya.
Sudaryanto mengingatkan adanya upaya sistematis kelompok tertentu untuk merekrut anak-anak muda melalui dunia digital, termasuk lewat platform permainan daring (gim daring) seperti Roblox.
“Sekarang sudah ada upaya menyusupkan paham radikal kepada anak-anak lewat game online. Dari bermain, mereka bisa berkomunikasi dengan orang lain. Setelah tertarik, mereka digiring ke grup WhatsApp atau Telegram tertentu, di mana mulai diberikan pemahaman intoleran dan radikal,” paparnya.
Karena itu, ia menekankan pentingnya peran orang tua khususnya ibu untuk mengawasi aktivitas anak-anak di dunia digital.
“Tolong diperhatikan anak-anak saat bermain game atau menggunakan handphone. Kadang kita tidak sadar, mereka pun tidak sadar, bahwa pelan-pelan sudah digiring ke arah yang tidak baik. Pengawasan orang tua sangat dibutuhkan,” katanya.
Meski saat ini tidak ada aksi terorisme besar yang terjadi di Indonesia, Sudaryanto mengingatkan bahwa ancaman dan potensi terorisme tetap ada dan memerlukan kewaspadaan bersama.
“Memang sekarang tidak ada aksi terorisme, tetapi potensi itu masih ada. Ini tanggung jawab kita bersama. BNPT tidak bisa bekerja sendiri. Kita butuh kolaborasi lintas pihak, dan semua itu dimulai dari rumah, dari peran ibu,” katanya.
Sudaryanto juga mengapresiasi kehadiran para tokoh perempuan dan aktivis masyarakat yang ikut dalam dialog tersebut. Ia berharap kegiatan seperti ini menjadi ruang untuk memperkuat narasi moderasi beragama dan memperluas jaringan agen perdamaian di Sumatera Barat.
“Saya yakin para ibu di sini adalah tokoh yang bisa menjadi media untuk menyalurkan pesan-pesan toleransi dan moderasi beragama. Mari kita bersama menjaga Sumatera Barat agar tetap damai, toleran, dan sejahtera,” katanya.
Sementara itu, anggota Komisi XIII DPR RI Fraksi NasDem, M Shadiq Pasadigoe mengajak seluruh lapisan masyarakat, khususnya kaum perempuan, untuk memperkuat peran keluarga dalam mencegah berkembangnya paham intoleran.
Menurutnya, kegiatan Dialog Kebangsaan ini sangat relevan di tengah maraknya penyebaran ideologi kekerasan melalui media sosial dan dunia digital.