REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA --Aksi buruh kembali digelar di kawasan Tugu Jogja, Kamis (30/10/2025). Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Daerah Istimewa Yogyakarta bersama KSPSI AGN dan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) turun ke jalan menuntut revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan. Mereka menegaskan bahwa sistem kontrak dan outsourcing dalam aturan tersebut tidak berpihak pada pekerja dan mendesak agar segera dihapus.
Koordinator MPBI DIY, Irsyad Ade Irawan, menjelaskan bahwa aksi di Tugu Jogja merupakan bagian dari gerakan serentak buruh di seluruh Indonesia. Ia menyebut Yogyakarta turut ambil bagian karena memiliki sejumlah serikat buruh yang aktif menyuarakan aspirasi pekerja di daerah.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.
“Pada hari ini juga merupakan bagian dari aksi serentak nasional di 38 provinsi. Yogyakarta sebagai salah satu daerah yang juga memiliki serikat-serikat buruh ikut bergabung dalam aksi nasional ini, sehingga harapan kami agar tuntutan buruh dari Sabang sampai Merauke dapat diakomodasi dan menjadi kebijakan publik yang diambil oleh negara,” ujarnya.
Irsyad menambahkan, aksi tersebut juga menjadi bentuk kritik terhadap kebijakan ketenagakerjaan di bawah pemerintahan Presiden Prabowo. Menurutnya, terdapat dua hal penting yang menjadi perhatian serius para buruh, yakni belum disahkannya Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga meski sudah lebih dari satu tahun, serta draft revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan yang dinilai tidak jauh berbeda dengan Undang-Undang Cipta Kerja.
“Kami memberikan respons kepada Presiden Prabowo terkait kinerja di bidang ketenagakerjaan, yaitu Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang belum disahkan dan draf revisi yang masih serupa dengan Undang-Undang Cipta Kerja,” ungkapnya.
Dalam aksi tersebut, MPBI DIY mengajukan lima tuntutan utama kepada pemerintah, salah satunya meminta penetapan UMP dan UMK se-DIY tahun 2026 pada kisaran Rp 3,6 hingga Rp 4 juta sesuai hasil survei kebutuhan hidup layak. Selain itu, mereka juga mendesak agar RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan tanpa penundaan sebagai bentuk keadilan bagi pekerja domestik.
Lebih lanjut, MPBI DIY turut menekankan pentingnya revisi menyeluruh terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan agar lebih berpihak pada buruh daripada pemodal. Mereka juga menuntut pengakuan dan perlindungan status kerja bagi pekerja platform digital seperti ojek online dan kurir daring, serta menjamin kebebasan berserikat dan berekspresi sebagai bagian dari nilai-nilai demokrasi.