REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Masyarakat Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, yang lahir pada era sebelum tahun 2000, pasti mengenal Ebeg, tari asli Banyumasan yang kerap disebut-sebut dapat menimbulkan para penari kesurupan. Tari ini menggunakan properti kuda kepang yang terbuat dari anyaman bambu, dan kerap diselenggarakan di lapangan terbuka.
Di dalam suatu sajian Ebeg akan menunjukkan berbagai atraksi unik seperti makan beling atau pecahan kaca, makan daging ayam hidup, berlagak seperti monyet dan ular, dan lain sebagainya. Atraksi-atraksi unik yang tidak biasa ini yang menarik banyak penonton.
Namun, tari asal Jawa Banyumasan ini kini mulai jarang muncul di khalayak publik. "Saya sudah lama sekali nggak nonton Ebeg," kata Ali (35 tahun), warga Banyumas yang menantikan pertunjukan Tari Ebeg di Gedung Kesenian Soeteja, beberapa waktu lalu.
Menurut Ali, Tari Ebeg memang menarik, bahkan ia pernah melihat penari Ebeg kesurupan pocong ketika ia masih kecil. "Kalau sekarang sudah nggak ada yang kesurupan," jelasnya.
Tarian Ebeg baru saja didapuk menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia di 2021. Namun, tari ini sudah semakin jarang ditampilkan, apalagi di saat pandemi, sehingga banyak masyarakat yang merindukan tarian ini. Inilah alasan Pemerintah Kabupaten Banyumas menyelenggarakan Festival Ebeg Kreatif dan Festival Kesenian Langka selama beberapa tahun terakhir.
Tidak hanya ebeg, banyak kesenian banyumasan lainnya yang kini sudah mulai jarang terlihat, sehingga bisa disebut langka. Bupati Banyumas Achmad Husein mengatakan bahwa kesenian langka itu membuat kangen, apalagi Ebeg selama dua tahun ini sangat jarang pentas.
"Yang langka itu membuat kangen, jarang kita lihat jadi saat muncul menimbulkan kenangan. Di Banyumas banyak kesenian langka, makanya ketika sudah dimunculkan kembali mohon dikembangkan," ujar Husein saat penganugerahan Festival Ebeg Kreatif dan Festival Kesenian Langka.
Festival ini diadakan sebagai apresiasi dan ikhtiar pelestarian seni tradisional Banyumasan serta sebagai manifestasi kepedulian pemkab terhadap seniman tradisional yang secara ekonomi terpapar kondisi pandemi Covid-19.
Bupati juga berharap agar seni budaya tidak punah harus bisa inovatif tanpa menghilangkan tradisi yang ada. Para seniman diimbau tidak kaku pada pakem, namun juga disesuaikan dengan selera pasar.
"Saat ini para milenial suka yang praktis, sehingga para seniman harus tahu pasar. Karena kalau hanya berkutat pada pakem kemungkinan akan ditinggalkan. Tadi saya melihat penampilan Ebeg yang cukup inovatif, pemainnya begitu menghayati sehingga enak untuk disaksikan," kata bupati.
Harus dilestarikan
Bupati menambahkan adanya festival seni kreatif ini didasari pada keluhan para seniman, khususnya Ebeg, yang tidak bisa pentas selama hampir dua tahun. Maka dia memerintahkan Dinporabudpar untuk menggelar kegiatan ini.
Dalam acara ini pun bupati menunjukkan kecintaannya pada Tari Ebeg ini dengan menari di atas panggung bersama para penari. Ia bahkan mengajak seluruh undangan yang hadir, juga awak media untuk ikut menari bersama dipandu oleh pemain Ebeg dari kelompok Kidang Kencana Desa Karangtengah Kecamatan Baturraden.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyumas Asis Kusumandani mengatakan ada 53 jenis kesenian yang harus dilestarikan. Sampai tahun ini, sudah 48 yang diberikan stimulus agar tetap berkegiatan kesenian.
"Kesenian-kesenian ini tidak sering ditampilkan, jadi dengan adanya kegiatan ini mereka akan tumbuh lagi, dan diadakan festival ini juga untuk kaderisasi," kata Asis.
Festival Ebeg diikuti sebanyak 66 kelompok seni, sedangkan kesenian langka diikuti sebanyak 15 kelompok. Kegiatan ini digelar bekerja sama dengan Dewan Kesenian Kabupaten Banyumas (DKKB) dan Paguyuban Ebeg Banyumas (Pakumas).
"Semua peserta yang mengikuti lomba mendapatkan dana stimulan sebesar masing-masing Rp 5 juta dipotong pajak," katanya.
Sementara untuk para pemenang mendapatkan hadiah untuk juara 1 sebesar Rp 5,5 juta juara 2 Rp 5 juara 3 Rp 4,5. Sedangkan juara harapan 1 Rp 3 juta, juara harapan 2 Rp 2,5 juta, dan juara harapan 3 Rp 2 juta.
Ketua Umum Dewan Kesenian Kabupaten Banyumas (DKKB), Sadewo Tri Lastiono menyatakan, dua festival seni tradisi tersebut menunjukkan komitmen Pemkab Banyumas yang sangat besar terhadap seni tradisional Banyumasan, sekaligus terhadap kondisi susah para seniman yang diakibatkan pandemi Covid-19.
Sadewo yang juga Wakil Bupati Banyumas tersebut berharap, festival seperti itu bisa dilakukan secara rutin. Tidak harus setiap tahun, tapi bisa dilakukan setiap dua tahun sekali.
Menurutnya, belum semua kelompok tersentuh bantuan pada kegiatan ini, tetapi kegiatan-kegiatan seperti ini bisa menstimulasi para seniman untuk terus berkesenian secara kompetitif.
"Untuk kelompok Ebeg saja, ada 500-an kelompok yang terdaftar, walaupun yang aktif sekitar 257 kelompok. Itu belum termasuk kelompok Lengger, kelompok calung, kelompok pedalangan, dan kelompok seni tradisi lainnya," ujarnya.
Pelestarian kesenian Banyumasan pada akhirnya dimaksudkan untuk meningkatkan destinasi wisata di Banyumas. Pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi yang sangat didorong oleh Pemda, sehingga berbagai bentuk kesenian diyakini akan semakin menarik wisatawan.
"Kalau wisatawan ke wisata alam ada wisata budaya yang unik akan membuat mereka terkesan," ujar bupati. Ia menilai, dalam mengembangkan kesenian, tidak selalu harus dipertahankan keasliannya.
Namun, kesenian harus terus dikembangkan dan dimodifikasi sesuai permintaan pasar tanpa harus mengorbankan nilai-nilai historisnya. Karena kesenian yang tidak bisa menarik khalayak banyak nantinya akan punah.
"Kita harus belajar dari wilayah yang wisatanya membangun, contohnya Jogja. Inilah yang saya minta, copy, modified, dan paste," katanya.
Ke depannya, pemkab akan menyediakan dua tempat yakni Gedung Kesenian Soetedja dan Kota Lama Banyumas untuk tempat berbagai pagelaran kesenian khas banyumasan. Rencananya, pentas diadakan setiap Sabtu dan Ahad dengan anggaran Rp 5 juta hingga Rp 20 juta per hari.
Dengan demikian, seluruh kesenian langka Banyumasan bisa menyusul Tarian Ebeg menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia.