REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pemerintah Kota (Pemkot) Malang akan memperbaiki dan menata Alun-Alun Tugu Kota Malang. Langkah ini diambil sesuai dengan permintaan masyarakat setempat.
Wali Kota Malang, Sutiaji, menyatakan telah menerima masukan dari beberapa komunitas untuk membenahi Alun-Alun Kota Malang. Mengingat fungsinya sebagai ruang publik, alun-alun diharapkan tidak lagi dibatasi ruangnya. "Tapi perlu kita ingat bahwa di sana ada tugu. Tugu itu memang heritage jadi monumental sekali," kata Sutiaji di Kota Malang, Selasa (28/12).
Berdasarkan catatan sejarah, tugu di Alun-Alun Kota Malang diresmikan langsung oleh Presiden Pertama RI, Soekarno. Hal ini berarti ada nilai-nilai sejarah yang harus dipertahankan dari aspek tersebut. Apalagi keberadaan teratai di sekitar tugu juga termasuk bagian heritage Kota Malang.
Perbaikan Alun-Alun Tugu Kota Malang sebenarnya hanya pada bagian samping. Hal ini terutama pada pagar hidup dan pagar tembok yang mengelilingi alun-alun. Bagian tersebut nantinya akan dihilangkan sehingga bisa digunakan untuk jogging track maupun tempat duduk.
Di samping itu, Sutiaji juga berencana untuk memberikan fasilitas free wifi di Alun-Alun Tugu Kota Malang. Fasilitas ini nantinya bisa dinikmati oleh semua kalangan yang berada di tempat tersebut.
Akses ini akan terhubung dengan area Kahuripan, Kota Malang. "Jadi Kayutangan menuju ke Alun-Alun Bundar (Alun-Alun Tugu Kota Malang) nanti ter-connect sampai stasiun," jelas pria berkacamata ini.
Sutaiji mengaku, pihaknya juga mendapatkan usulan agar didirikan monumen pendiri bangsa Soekarno-Hatta di sekitar alun-alun. Namun untuk pendirian ini, Pemkot Malang harus meminta izin terlebih dahulu kepada keluarga pendiri bangsa.
Menurut Sutiaji, keberadaan monumen pendiri bangsa ini bertujuan agar bisa terbangun karakter kuat di masyarakat. Masyarakat bisa menghargai perjuangan para pahlawan terutama pendiri bangsa. "Salah satunya Bung Karno dan pahlawan-pahlawan kita sudah ada, Hamid Rusdi (pahlawan dari Malang) sudah masuk, tinggal Bung Karno belum masuk," jelasnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, Wahyu Setianto menegaskan, perubahan Alun-Alun Tugu Kota Malang sebenarnya hanya pada penataan pohon dan taman. Pihaknya hanya membongkar perdu dan pagar tembok yang mengelilingi alun-alun. Wahyu memastikan tidak akan menambah pengerasan-pengerasan di bagian tertentu.
Menurut Wahyu, pagar alun-alun nantinya diganti dengan tanaman yang tidak sampai terlalu tinggi dan menutup tugu. Kemudian bagian-bagian lain yang sudah ada di alun-alun tetap dipertahankan termasuk air mancur. "Jadi hanya penataan saja. Kemudian menambah lampu-lampu taman yang seperti di Kayutangan," ungkapnya.
Adapun mengenai besaran anggaran, Wahyu mengaku belum mengetahui pasti jumlahnya. Pasalnya, Pemkot Malang dan dinas terkait masih harus melakukan perhitungan anggaran. Namun Wahyu memastikan proses perhitungan ini akan selesai secepat mungkin.
Sejarah Alun-Alun Tugu Kota Malang
Dosen sejarah Universitas Negeri Malang (UM), Ronal Ridho'i menjelaskan, menara tugu sebenarnya belum berdiri di masa kolonial Belanda maupun Jepang. Tugu kebanggan warga Malang ini baru berdiri sekitar 17 Agustus 1946 oleh warga setempat. "Itu menandai setahun setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia di 17 Agustus 1945," ujar Ronal saat ditemui Republika.co.id.
Tak hanya menandai kemerdekaan, pembangunan tugu juga menjadi simbol meneruskan warisan peninggalan bangunan Belanda di wilayah tersebut. Seperti diketahui, kata Ronal, Belanda mulai 1917 memiliki delapan proyek pembangunan bouwplan di Kota Malang.
Pada bouwplan kedua sekitar 1919, Belanda membangun alun-alun tapi belum ada tugunya kala itu. "Dulu bentuknya baru tanah lapang, taman biasa. Dan balai kota sendiri baru ada sekitar 1927," kata dia.
Di masa agresi militer, Ronal menyebutkan, tugu sempat dihancurkan oleh para tentara republik. Penghancuran ini bersamaan dengan bangunan lainnya termasuk balai kota. Hal ini lebih tepatnya membumihanguskan bangunan yang di dalamnya terpajang bendera dan logo Belanda.
Setelah kolonial Belanda benar-benar pergi dari Kota Malang, masyarakat kembali membangun tugu yang sempat dihancurkan. Bahkan, tugu tersebut sempat diresmikan oleh Presiden Soekarno sekitar 1950. Tugu dibangun kembali sebagai penanda adanya peristiwa penting yang pernah terjadi di Kota Malang seperti agresi militer.
Mengenai diresmikannya tugu oleh Bung Karno, Ronal menilai, ini tak terlepas dari kegiatan presiden pertama di kota tersebut. Saat itu, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mengadakan rapat sidang di salah satu lokasi Kota Malang. Oleh sebab itu, wajar peresmian tugu pun bisa dilakukan oleh Presiden Soekarno.
Adapun perbedaan tugu pada 1946 dan 1950, Ronal berpendapat, masih berstruktur sama. Bahkan, maknanya pun tak jauh berbeda, yakni sebagai momen peringatan peristiwa penting. "1946 momen peringatan proklamasi kemerdekaan sedangkan 1950 peringatan momen setelah agresi militer. Indonesia saat itu bisa dikatakan benar-benar merdeka," jelas dia.