REPUBLIKA.CO.ID,MALANG -- Kasus kekerasan terhadap anak masih terus terjadi di berbagai daerah termasuk Kota Malang. Sebab itu, sejumlah upaya perlu dilakukan untuk mencegah kasus tersebut.
Pimpinan Woman Crisis Center (WCC) Dian Mutiara, Sri Wahyuningsih menilai, perlunya Student Crisis Center (SCC) di lingkungan sekolah. Para pengelola SCC bisa berasal dari siswa-siswi yang telah dibina oleh guru-guru. "Tapi pasti akan ada pernyataan, 'oh sekarang kan sudah ada BP/BK (Bimbingan Penyuluhan/Bimbingan Konseling) di sekolah'," kata Wahyuningsih saat dikonfirmasi Republika.
Menurut Wahyuningsih, konsep yang diterapkan pada BP/BK di sekolah masih kurang tepat. Guru-guru yang mendapatkan tugas tersebut terkesan ditakuti dan disegani oleh anak-anak. Sebab, layanan ini acap menjadi tempat mencari kesalahan anak didik.
Layanan BP/BK di sekolah tidak bekerja dengan baik untuk mencari akar dari permasalahan secara runut kronologisnya. Padahal sistem yang baik harus mampu memberikan pendampingan yang sesuai dengan kebutuhan anak. Sebab itu, Wahyuningsih menyarankan agar BP/BK bisa menjadi sarana yang menyenangkan untuk anak.
Dengan sistem demikian, anak-anak nantinya bisa diajak diskusi mengenai kekerasan. Mereka diajarkan cara bersikap menghadapi teman yang mengalami kekerasan fisik, psikis, seksual maupun ekonomi. "Jadi mereka diajarkan bagaimana kalau sampai ada bullying, bagaimana menyikapi tersebut," katanya.
Menurut Wahyuningsih, cara tersebut bisa membantu anak mengetahui mana yang boleh dilakukan atau tidak. Contohnya, anak bisa tahu bagian tubuh mana yang tidak diperkenankan untuk disentuh orang lain. Pengetahuan dan pendidikan ini harus sudah diajarkan sejak anak duduk di bangku Taman Kanak-Kanak (TK).