Oleh : Erik Hadi Saputra*
REPUBLIKA.CO.ID, Pembaca yang kreatif, selalu rasa syukur kita rasakan bisa aktif kembali bekerja setelah menikmati libur Lebaran yang begitu membahagiakan tahun ini. Kebiasaan yang sudah menjadi life style setelah bekerja dua tahun secara kombinasi work from home (WFO) dan work from office (WFO) tentunya menjadi pengalaman yang berharga untuk kita.
Apakah Anda merasa berat dengan kegiatan yang sudah mulai aktif 100 persen bekerja dari kantor? Di sisi lain, ada mahasiswa yang belum move on dengan kebiasaan 'mager' (malas gerak-Red), tidur-tiduran, serta nyambi ketika mengikuti kuliah dalam jaringan.
Kebiasaan tidak mengaktifkan video dan audio sudah membuat dia nyaman. Cukup dengan mendengarkan dosennya ibarat siaran radio. Ada juga yang senang karena sudah terbiasa menerima dan mengerjakan project selama perkuliahan daring.
Pembaca yang kreatif, semua kembali lagi kepada kita. Apa bukti kita sudah peduli? Memulai kembali aktivitas yang dua tahun lalu sempat membentuk kebiasaan baru. Saran saya hanya satu, "Gak usah mengeluh." Cukuplah Anda mulai menikmati kondisi yang akan anda lalui. Ingat jugalah bahwa kontribusi Anda sudah dinanti.
Pada saat kemarin liburan Anda juga tidak diganggu. Dan jika suatu saat Anda tidak ingin diganggu pada saat libur, maka selesaikanlah pekerjaan Anda sebelum libur. Ketika duhulu wawancara kerja Anda begitu bersemangat menjawab pertanyaan dengan komitmen kuat, Anda ingin menunjukkan bahwa pilihan tepat bagi perusahaan ketika memilih Anda.
Namun dalam perjalanannya, mengapa Anda mempersoalkan jam kerja yang terlalu pagi? Mempersoalkan bekerja harus diatur dengan presensi?
Dahulu saya sempat bercanda dengan seorang teman yang juga pimpinan direktorat di depan saya. Terlambat satu jam ke kantor nilainya sama seperti satu kotak susu bubuk anak seberat 800 gram. Bukan berarti dengan Anda diberi sanksi dengan adanya pemotongan presensi maka terlambat menjadi hal biasa. Mungkin Anda belum menyadari berapa orang yang menunggu Anda. Sedangkan pekerjaan mereka juga berkaitan dengan yang Anda kerjakan.
Seharusnya Anda tidak perlu mengomentari hal ini lagi. Kalau Anda tidak mau gaji Anda dipotong maka datanglah lebih awal. Kalau Anda berhalangan berkomunikasilah yang baik. Jika hanya beralasan, sampai kapan alasan akan dibuat-buat?
Kepedulian Anda membuat orang lain merasa dibantu dan mudah bekerja sama. Dalam pelaksanaannya ada saja orang sewot gara-gara teguran atau diingatkan. Tidak suka ditegur dan merasa aturan terlalu ketat. "Ditempat lain gak gitu-gitu amat."
Ikutilah irama dan budaya kerja di mana Anda berada. Belajar lebih peduli dengan orang lain. Perhatian dengan orang di sekitar Anda. Cerdas dalam melihat kondisi yang sedang berlangsung. Berikan respons ketika terlihat mereka membutuhkan pertolongan. Mulailah untuk lebih menghargai apapun hal baik yang sudah dilakukan orang lain. Hal-hal seperti itu tidak akan merugikan Anda. Justru itu membuat orang lain lebih respek kepada Anda. Yang dibutuhkan adalah komitmen Anda.
Pembaca yang kreatif, Anda harus belajar banyak dari orang-orang yang suka berpindah-pindah perusahaan karena dibajak (diiming-imingi) dengan gaji yang tinggi. Setelah pindah ternyata semua tidak seindah yang dipikirkan. sampai kapan Anda akan mengejar bahwa materi itu akan membuat Anda puas? Tahukah Anda, perhatian yang Anda terima, semangat kekeluargaan, dukungan yang diberikan yang mungkin tidak Anda rasakan, pemakluman, bahkan fasilitas yang Anda sering gunakan untuk terus mengasah skill Anda tidak pernah dihitung-hitung perusahaan atau orang lain.
Jika mau melakukan hitung-hitungan, maka hitung jugalah sesuatu yang tidak berwujud materi. Anda akan tersadar jika Anda sudah menerima banyak kebaikan. Sederhana kok balasan yang bisa Anda berikan. Mulailah lebih peduli. Sehat dan teruslah terinspirasi.
*Kaprodi Ilmu Komunikasi dan Direktur Kehumasan & Urusan Internasional Universitas Amikom Yogyakarta