Oleh : Erik Hadi Saputra*
REPUBLIKA.CO.ID, Pembaca yang kreatif, sudah dua pekan kami melaksanakan syuting film layar lebar berjudul "Kinah dan Redjo". Syuting film ini diperkirakan akan berlangsung selama tiga hingga empat pekan dan terinspirasi dari kisah muda juru kunci inspiratif Gunung Merapi Almarhum Mbah Maridjan.
Film ini bukan menceritakan kisah nyata, namun mengambil pembelajaran dalam semangat hidup, nilai-nilai kehidupan, dan kisah cinta di masa lalu. Yaitu masa ketika Mbah Maridjan dan Mbah Ponirah (istri) masih muda.
Dalam film ini aktor dan aktris tidak hanya kuat dengan dialog, namun juga kuat dalam subteks. Subteks bisa diartikan sebagai perasaan terdalam yang muncul lewat ekspresi tanpa harus berkata-kata.
Seorang pemeran harus bisa mengusai sesuatu dengan cepat dan belajar peran yang tidak terbiasa untuk dia lakukan. Karena itulah seni peran. Anda harus bisa berperan pada kondisi yang Anda tidak biasa melakukannya. Anda merasa sangat bisa ak ting senyum, karena selama ini anda mudah tersenyum.
Anda merasa paling bisa kesal, marah, dan kecewa karena biasanya Anda melakukan itu. Maka bisa dikatakan itu bukan akting namun itu adalah kebiasaan Anda.
Akting itu sendiri bisa sesuatu yang Anda justru tidak terbiasa namun Anda dapat melakukannya (memerankannya). Orang banyak mungkin berpikir bahwa main film itu jika ada dialognya. Bahkan ada juga talenta yang sempat merasa tidak puas karena tidak memiliki dialog, karena baginya dialog itulah film.
Ada yang sempat cemburu kepada temannya yang diberi dialog sementara dia tidak. Padahal kemampuan ekspresi yang dalam juga adalah dialog.
Seperti halnya komunikasi, bisa verbal dan non verbal. Ketika Anda menyampaikan langsung apa yang Anda inginkan, maka Anda dapat mengomunikasikannya lewat pesan langsung atau audio. Namun ada juga dalam berkomunikasi itu ketika kita melihat orang tidak mengucapkan satu kata pun, melainkan hanya memberi simbol atau tanda yang Anda pahami.
Seperti tanda jempol, mengangguk, berpaling, tersenyum, mengkerut, melambaikan tangan, lambang cinta, dan bahkan memberikan sikap hormat. Anda tetap sangat memahami maksud dari komunikasi itu kan?
Pembaca yang kreatif, dalam beberapa adegan film "Kinah dan Redjo", pesan-pesan terdalam yang ingin disampaikan sutradara bisa Anda temukan dari aktor atau aktris yang tidak banyak berbicara.Mereka bercerita dengan ekspresi raut wajahnya, dan menguatkan dengan anggukannya.
Tentu Film "Kinah dan Redjo" dapat memberikan gambaran mengenai orang dulu ketika mereka dijodohkan. Perjodohan itu pada masa sekarang sudah ketinggalan zaman. Perjodohan dianggap sebagai pengekangan atau menutup kebebasan mereka dalam memilih pasangan hidup.
Walaupun Anda yang sekarang menjadi orang tua sudah mengerti mengapa dulu orang tua berencana ingin menjodohkan Anda. Orang tua ingin Anda bahagia dengan mendapatkan pendamping hidup yang baik.
Keluarga yang baik layak mendapatkan keluarga yang baik pula. Jadi perjodohan adalah niatan ba ik keluarga untuk hidup Anda. Tentu pertentangan akan hadir ketika Anda sudah memiliki seseorang yang anda cintai. Di situlah kedewasaan Anda dalam menyikapi persoalan. Mengedepankan ego Anda sendiri atau merenungkan kebahagiaan keluarga Anda?
Lalu apa makna yang bisa Anda petik dari cerita film "Kinah dan Redjo" ini? Yang jelas Anda akan memahami semua tantangan itu akan mendekatkan Anda ke jodoh Anda yang sesungguhnya, hehe.
Pembaca yang kreatif, mohon doa dan dukungannya semoga produksi film selesai tepat pada waktu yang sudah ditentukan. Dan Anda bisa menikmatinya akhir tahun ini di bioskop.Sehat dan teruslah terinspirasi.
*Kaprodi Ilmu Komunikasi dan Direktur Kehumasan dan Urusan Internasional, Universitas Amikom Yogyakarta