Jumat 24 Jun 2022 09:37 WIB

Merasa Benar

Banyak hambatan komunikasi yang sering kita jumpai dalam interaksi dengan orang lain.

Orang yang merasa paling benar (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Orang yang merasa paling benar (ilustrasi).

Oleh : Erik Hadi Saputra*

REPUBLIKA.CO.ID, Pembaca yang kreatif, pernahkah Anda berbicara dengan seseorang dan Anda disalahkan karena jawaban yang tidak sesuai dengan pembenaran orang tersebut? Ini bukan seperti kuis untuk mahasiswa di awal atau di akhir sesi perkuliahan yang bernilai benar atau salah. Ini juga bukan tebak-tebakan yang hasilnya hanya anda yang tahu. Ini adalah situasi dalam dunia pekerjaan atau interaksi Anda dengan orang lain. 

Ada saja orang yang mudah menyalahkan orang lain karena tidak sesuai dengan pemikirannya. Jika selama ini di kampus kita hanya belajar ilmu pandai dan ilmu pintar saja, maka kita mungkin akan dihadapkan pada keadaan berbeda di dunia profesional, bisnis, dan masyarakat. Kita harus belajar ilmu pandai-pandai. 

Ketika berbicara dengan orang lain dan Anda menyalahkan pendapat mereka, Anda tahu apa yang akan terjadi?  Kita sudah melakukan hambatan komunikasi. Saya yakin setelah itu orang tersebut tidak akan merespons kembali apa yang kita katakan. Dia akan cenderung pasif dengan cerita apa pun. Mengapa demikian? karena kita sudah membuat dia "males" dengan semua komentar yang ada. 

Banyak sekali hambatan komunikasi yang sering kita jumpai dalam interaksi kita dengan orang lain. Selain menyalahkan tadi, hambatan lainnya adalah meremehkan, mengejek, mencemooh, berceramah, menggurui, berlogika, menghakimi, dan mengkritik.

Pembaca yang kreatif, ketika saya bertanya kepada seorang influencer, apa pandangannya ketika disalahkan? Menurutnya, hal itu adalah sesuatu yang normal sebagai manusia. Refleks atau spontannya pastilah merasa sedih, karena merasa apa yang dikemukakan seolah-olah memang salah. Padahal kita juga meyakini bahwa itu tidak sepenuhnya salah. 

Kadang juga merasa, apa sih yang membuat kita ingin menjadi benar? Ketika orang tersebut sudah memberikan reaksi tidak suka. Kadang orang membenci juga tanpa alasan, memang tidak suka saja. Bisa saja naluri manusia yang juga ingin menjadi orang yang dipandang lebih dari yang lain. 

Ketika saya disalahkan dan tidak ada kesempatan juga untuk membela diri, maka yang bisa saya lakukan hanyalah diam. Setelah diam saya mencoba untuk mengerti dan memahami orang seperti apa yang saya hadapi. 

Mungkin kita bisa melihat dari sudut pandang orang itu sehingga memberikan keputusan untuk menyalahkan kita. Atau orang ini memang hanya ingin menguji atau memang benar-benar tahu. Selanjutnya, mencoba tidak berinteraksi intens dengan orang tersebut, ignore, dan juga memblok akses dengannya. Mencoba tidak akan berurusan lagi dengannya karena saya lebih menghargai kesehatan mental saya, hehe.

Pembaca yang kreatif, apakah kondisi ini dipengaruhi dengan mudahnya orang berkomentar di media sosial? Sehingga membuatnya mudah mengucapkan kalimat yang membuat orang lain tidak nyaman? Ataukah egonya yang tidak mau kalah dikarenakan yang menyampaikan ini adalah orang yang lebih muda usianya dari dirinya atau orang yang tidak satu komunitas dengannya?

Atau selama ini dia tidak terbiasa membantah perintah. Bisanya hanya menerima dan memberikan stiker "Siap 86". Keadaan lainnya, dia mungkin pernah mengalami kondisi disalahkan oleh orang lain yang jabatannya lebih tinggi dari dirinya. 

Pembaca yang kreatif, membuka pikiran terhadap sesuatu yang baru memang tidak mudah. Karena orang memiliki sesuatu yang lama tersimpan dalam ingatan mereka. Namun menyalahkan orang lain juga bukan hal yang pas jika kebenaran yang dimaksudkan adalah kebenaran pikiran sendiri. 

Bisa saja mereka diam dan mengangguk. Namun anggukan itu hanya untuk memaklumi dan tidak mau berdebat. Banyak hal yang mereka harus diurus daripada sekadar menang berdebat. Setelah itu pertemanan jadi terputus gara-gara seseorang merasa paling benar. Sehat dan teruslah terinspirasi.

 

*) Kaprodi Ilmu Komunikasi dan Direktur Kehumasan & Urusan  Internasional, Universitas AMIKOM Yogyakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement