Jumat 15 Jul 2022 10:02 WIB

Anak Jadi Korban Kejahatan Cyber, Keluarga Diminta Mau Melapor

Modus operandi kejahatan cyber terus berkembang.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Tersangka kejahatan terhadap anak, eksploitasi dan distribusi materi pornografi dan kesusilaan korban anak melalui jaringan medsos dan meddol dihadirkan saat konferensi pers di Polda DIY, Rabu (13/7/2022). Sementara delapan tersangka ditahan dari kejahatan seksual daring terhadap anak oleh Polda DIY. Mereka dijerat dengan UU ITE dan UU KUHAP dengan ancaman 12 tahun penjara. Modus operandi tersangka yakni membagikan konten pornografi anak dan dewasa melalui grup WhatsApp dan grup Facebook.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Tersangka kejahatan terhadap anak, eksploitasi dan distribusi materi pornografi dan kesusilaan korban anak melalui jaringan medsos dan meddol dihadirkan saat konferensi pers di Polda DIY, Rabu (13/7/2022). Sementara delapan tersangka ditahan dari kejahatan seksual daring terhadap anak oleh Polda DIY. Mereka dijerat dengan UU ITE dan UU KUHAP dengan ancaman 12 tahun penjara. Modus operandi tersangka yakni membagikan konten pornografi anak dan dewasa melalui grup WhatsApp dan grup Facebook.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Polisi terus mengembangkan penyidikan atas kasus kejahatan ke anak, eksploitasi, dan distribusi materi pornografi dan kesusilaan. Diawali laporan orang tua dan guru di Bantul, DIY, tujuh tersangka dari enam provinsi ditangkap.

Wakapolda DIY, Brigjen Slamet Santoso mengatakan, pengelolaan keamanan tidak bisa cuma dilakukan Polisi. Apalagi, modus operandi kejahatan cyber berkembang, dan jadi salah satu ancaman di luar ancaman narkoba yang patut pula diwaspadai.

Ia mengingatkan, jika tidak menyikapi ancaman-ancaman ini dengan baik, maka kejahatan cyber terus terjadi. Belum lagi, melihat kasus terbaru yang diungkap Ditreskrimsus Polda DIY melibatkan pelaku maupun korban dari lintas provinsi.

"Tidak menutup kemungkinan ini akan berpengaruh ke seluruh daerah," kata Slamet. Ia menekankan, kasus ini akan terus dikembangkan karena mereka menyadari tumbuh kembang anak akan sangat memengaruhi sampai puluhan tahun ke depan.

Sebab, nantinya mereka itulah yang akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa. Maka itu, ia mengingatkan, polisi tidak akan bisa bekerja sendiri untuk mengejar dan menangkap jaringan yang ada.

Semua elemen masyarakat harus mampu memberikan peran serta memberikan informasi keberadaan untuk mengungkap jaringan tersebut. Ia menekankan, kejahatan cyber ini tidak cuma mengajak anak-anak di bawah umur untuk berkomunikasi melalui video call, tapi merayu pula korban untuk melakukan perbuatan melanggar kesusilaan.

Ditegaskan, ini bisa menimpa siapa saja. "Dan kalau tidak ada yang melapor, kita tidak tahu," ujar Slamet.

Untuk itu, ia berharap, orang tua mau bertanggung jawab mengawasi anak-anak bermain media sosial dan dalam menggunakan aplikasi percakapan. Jangan pernah memberikan sarana komunikasi kepada anak di bawah umur tanpa pengawasan ketat.

Selain itu, ia berharap, bila orang tua mendapati anak-anak mereka, terutama mereka yang masih di bawah umur menjadi korban kejahatan cyber mau melapor. Pasalnya, dari laporan-laporan itulah polisi bisa melakukan tindakan.

"Bila didapati segera lapor ke kepolisian terdekat, pasti akan kita kejar sampai terungkap," kata Slamet.

Ketua KPAI, Susanto mengingatkan, kasus ini harus menjadi perhatian orang tua. Sebab, hari ini dengan kemajuan telekomunikasi, anak-anak tidak terlepas dari ancaman kejahatan cyber walaupun setiap hari berada dan beraktivitas di rumah.

Ia mengungkapkan, tidak sedikit anak-anak yang dalam keseharian berada dalam rumah tetap menjadi korban pornografi maupun penjualan orang. Menurut Susanto, ini menjadi tantangan berat orang tua sebagai pelindung utama anak.

"Kita harus bersatu padu memastikan anak-anak terhindar dari konten-konten negatif," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement